Pos

Memiliki nama resmi Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga, Gereja Katedral Jakarta adalah salah satu gereja Katolik tertua di Jakarta yang memiliki sejarah panjang dalam proses pembangunannya. Katedral yang berdiri sekarang ini bukanlah gedung gereja yang pertama kali dibangun. Bangunan awal gereja hanyalah sebuah rumah bambu berukuran kecil yang diresmikan pada tahun 1810.

Bangunan Katedral yang kita kenal sekarang adalah hasil rancangan Pastor Antonius Dijkmans yang pekerjaannya dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit dan akhirnya diresmikan serta diberkati pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta.

Memasuki Katedral melalui pintu utama, pengunjung akan disambut oleh patung Bunda Maria dengan tulisan Beatam Me Dicent Omnes Generationes yang artinya “Semua keturunan menyebut aku bahagia”. Uniknya, di Katedral ini patung Bunda Maria terlihat mengenakan baju motif batik dengan simbol burung garuda di bagian dada dan kerudung berwarna merah dan putih. Hal ini menyimbolkan bahwa Bunda Maria adalah sosok ibu dari setiap suku di Indonesia.

Gereja Katedral Jakarta

Ornamen puncak Gereja Katedral.

Secara umum, bangunan Gereja Katedral berciri khas Eropa dengan gaya Neogotik. Jendela-jendela besar yang tersebar di seluruh permukaan gereja dihiasi dengan lukisan karya seniman grafis Amsterdam, Theo Molkenboer, yang menceritakan tentang peristiwa Jalan Salib Yesus Kristus. Di bagian kanan dan kiri gereja juga terdapat bilik-bilik yang digunakan sebagai tempat pengakuan dosa. Sementara di bagian depan terdapat altar suci pemberian dari Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignies yang masih digunakan sebagai altar utama dalam berbagai misa.

Bangunan gereja sendiri sengaja didesain menyerupai salib, dengan luas sekitar 35 m dan lebar 17 m. Mengikuti gaya arsitektur gereja Neogotik pada umumnya, Katedral memiliki tiga menara utama yang menjulang tinggi, yakni Menara Benteng Daud, Menara Gading dan Menara Angelus Dei. Terdapat pula tiga lonceng yang ditempatkan di menara Gereja Katedral, namun hanya lonceng terbesar yang secara reguler berbunyi tiga kali dalam sehari sebagai tanda dimulainya ibadah bagi umat Katolik.

Selain sebagai sebuah tempat ibadah, Gereja Katedral Jakarta juga terbuka untuk Travelers yang sekadar ingin menikmati keindahan dan keagungan interior serta eksterior bangunan gereja klasik ini. Saat Travelers berkunjung, sempatkan mampir ke Museum Katedral untuk menikmati berbagai artefak bersejarah yang dapat membangkitkan rasa kagum terhadap masa lampau. Buka setiap hari, kecuali hari Jumat, Museum Katedral tidak memungut biaya masuk, namun Travelers diharuskan mengisi buku tamu terlebih dahulu.

Artikel : Alisa Pratomo | Foto : George Timothy


Sejak jaman kolonialisme, Kepulauan Maluku yang kaya akan rempah telah dilirik oleh bangsa di Eropa yang ingin menguasai atau menyebarkan agama Kristen dan Katolik di Asia Tenggara. Dimulai dari 1522, bangsa Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris berlomba-lomba membangun pengaruh mereka di perairan Laut Banda dan sekitarnya. Silih berganti mereka membangun dan menghancurkan satu sama lain. Dan hingga hari ini, terdapat beberapa bangunan yang menjadi saksi sejarah kedudukan Eropa di Maluku Barat Daya yang dapat kita lihat untuk dipelajari dan kagumi sebagai bagian dari cerita panjang sejarah Tanah Air tercinta.


Gereja Tua Patti

Gereja yang terletak di Desa Patti, Pulau Moa ini merupakan peninggalan Belanda yang masih berdiri tegak sejak pem- bangunannya pada 1625. Bangunannya terbuat dari kayu jati, dengan dinding yang terbuat dari campuran kapur dan putih telur setebal 1 hasta. Gereja Patti di- hiasi dengan 12 tiang dan jendela, sebagai pengingat akan 12 murid Yesus. Di sekitar bangunan dihiasi berbagai monumen yang didedikasikan untuk para pendeta yang dihormati.


Benteng Delfshaven

Benteng yang dibangun di tahun 1664 ini diresmikan oleh VOC pada 11 Juli 1665 sebagai pusat pemerintahan VOC di Pulau Kisar. Benteng ini berlokasi di Desa Kotalama, sekitar 1 kilometer dari Kota Wonreli.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy

Sepenggal Tanah Suci di Pulau Letti

Di Pulau Letti, pohon ara tumbuh dengan kokoh. Pohon ara (fig, dalam bahasa Inggris) merupakan sebuah pohon yang mendapat tempat istimewa dalam banyak sejarah dan mitologi dunia. Pohon yang umumnya dijumpai di Timur Tengah dan Asia Barat ini ternyata juga tumbuh di beberapa pulau di Maluku Barat Daya. Pohon ini menjadi pohon spesial terutama karena penyebutannya dalam banyak manuskrip keagamaan seperti dalam Kitab Injil.

Dalam Injil Matius dan Injil Markus, pohon ara disebut sebagai tempat dimana Yesus menunjukkan mukjizatnya untuk membuat pohon tersebut menjadi tidak berbuah. Di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Nasrani, keberadaan pohon ara di Maluku Barat Daya dianggap sebagai suatu bentuk keberkatan, dengan warga setempat yang memelihara kelangsungan hidup pohon ara yang tumbuh di desanya dengan sepenuh hati. Bagi Anda yang beragama Nasrani, variasi kunjungan di Maluku Barat Daya dapat ditambah dengan penghayatan wisata rohani bagaikan berada di tanah suci lewat pohon-pohon ara.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy