Pos

Galeri Seni Manusia Purba

Sebagai negara yang kaya akan sejarah, Indonesia memiliki beberapa peninggalan zaman prasejarah yang menjadi bagian dari identitas bangsa untuk diabadikan dan dilestarikan. Penemuan situs prasejarah membuktikan bahwa nenek moyang orang Indonesia sejak dahulu telah meyakini kepercayaan animisme yaitu pemujaan terhadap roh pada benda-benda tertentu selain makhluk hidup. Salah satu wisata sejarah yang terletak di pegunungan karst unik dan menarik ini dalam bahasa setempat disebut ‘Leang’ yang berarti ‘gua’.

Leang-Leang masih berada di dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros. Akses menuju ke sana tidak terlalu baik tetapi pemandangan di sekitarnya cukup indah menemani Travelers tiba di pintu masuk Leang-Leang. Hamparan bebatuan hitam besar yang tertumpuk rapi di dataran luas menambah eksotis kawasan purbakala yang dapat ditempuh dari Bandara Sultan Hasanuddin menggunakan angkutan umum. Kawasan ini pertama kali ditemukan oleh dua orang arkeolog dari Belanda bernama Van Heekeren dan CHM Heeren Palm saat melakukan penelitian pada tahun 1950.

Penggambaran kehidupan zaman purbakala dapat dijumpai di Gua Pettae dan Gua Petta Kere. Travelers dapat mengunjungi kedua gua tersebut karena letaknya berdekatan. Gua Pettae ditandai dengan pagar besi setinggi 1,5 m. Dari pintu masuk sudah tampak gambar telapak tangan yang menjadi ikon gua ini. Terlihat lima gambar telapak tangan tetapi hanya tiga telapak tangan yang bergambar utuh.

Taman Wisata Leang Leang

Sejumlah gua di Kompleks Taman Purbakala Leang-Leang menjadi ‘kanvas’ bagi lukisan-lukisan purba yang berusia 30 – 40 ribu tahun.

Menurut masyarakat sekitar, gambar telapak tangan utuh memiliki makna menangkal bala sedangkan gambar telapak tangan dengan empat jari saja memiliki arti berdukacita. Gambar telapak tangan tersebut dibuat dengan teknik negative hand stencil yaitu menyemprotkan warna pada tangan kemudian ditempelkan ke permukaan dinding gua. Warna merah pada seluruh gambar ini diperkirakan berasal dari batuan mineral yang mengandung pigmen merah yang kemudian meresap ke dalam pori-pori dinding gua dan membuatnya bertahan hingga ribuan tahun lamanya.

Berjarak 300 m dari Gua Pettae, terdapat Gua Petta Kere yang dapat diakses melalui dua jalur. Jalur utama yaitu melewati akses yang sudah baik, jalur kedua dengan menaiki anak tangga di antara bebatuan yang menyempit. Suhu udara di dalam gua sekitar 30°C dengan tingkat kelembaban dalam rongga gua berkisar 70% sedangkan kelembaban dinding gua berkisar dari 15%-25%.

stencil tulisan tangan purbakala

Lukisan purba Leang-Leang dianggap sebagai salah satu lukisan
purba tertua nomor tiga di dunia.

Di dalam Gua Petta Kere terdapat lebih banyak stensil telapak tangan. Terdapat 27 stensil telapak tangan, 17 stensil di antaranya merupakan stensil telapak tangan utuh. Selain stensil telapak tangan, terdapat juga gambar binatang yang sedang melompat dengan anak panah tertancap di bagian dada.

Menurut analisa yang dilakukan oleh seorang zoologi, D.A Hooijer, gambar tersebut menggambarkan babirusa. Diperkirakan stensil tangan dan gambar tersebut berusia lebih dari 5000 tahun. Pola stensil di Leang Pettae dan Petta Kere, berkelompok acak yang umumnya terdapat di titik-titik yang sulit dijangkau. Stensil tangan serta lukisan tersebut menggambarkan aktivitas keseharian dan sistem kepercayaan yang dianut pada masa itu.

Situs prasejarah ini dibuka mulai pukul 08:00-18:00 WITA dengan harga tiket masuk Rp 10.000 per orang. Pengelola menyediakan jasa pemandu bagi pengunjung yang ingin mendapatkan informasi lebih banyak mengenai Leang-Leang.

Taman Wisata Leang Leang

Dinding karst yang memesona di Leang-Leang.

Terdapat sekitar 230 gua prasejarah yang sudah terdata di kawasan Maros-Pangkep, sekitar 80 gua di antaranya memiliki peninggalan prasejarah di dalamnya. Berdasarkan jumlah tersebut, diyakini masih banyak terdapat gua-gua lainnya yang belum dieksplor. Seluruh peninggalan prasejarah ini menjadi bagian identitas bangsa untuk dilestarikan agar generasi selanjutnya dapat memahami asal muasal nenek moyang.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy, Iqbal Fadly, Ayub Ardiyono

  • Leang-Leang, Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan 90561

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari (senin – minggu) pukul 08.00 – 18.00 WITA


Perkembangan sektor wisata tentunya membuat sektor lain ikut berkembang. Pantai Bira atau yang lebih sering disebut Pantai Tanjung Bira sudah cukup lama terkenal akan pasir putihnya yang menjadi salah satu destinasi wajib di Bulukumba untuk dikunjungi.

Beragam penginapan mulai bersaing di area sekitar pantai. Menawarkan panorama pasir putih dan jernihnya hamparan laut dari balkon kamar menjadi salah satu nilai jual penginapan. Keunikan lain yang dapat dijumpai saat bertandang yaitu Travelers dapat menyaksikan sunrise dan sunset dalam satu titik lokasi yang sama.

Berjarak kurang lebih sekitar 200 km dari Makassar, atau 40 km dari Bulukumba dengan jarak tempuh selama kurang lebih 4-5 jam dari Makassar menuju Pantai Tanjung Bira tidak menyurutkan niat para pengunjung untuk menikmati pesona Pantai Tanjung Bira dari dekat. Cukup dengan membayar biaya tiket masuk Rp 15.000 per orang bagi wisatawan domestik, Travelers sudah bisa menikmati keindahan Pantai Tanjung Bira.

Masih menjadi tempat populer di Bulukumba, kelestarian Tanjung Bira masih terus dijaga oleh Pemda yang bekerja sama dengan pihak pengelola setempat. Jika Travelers hendak berkunjung, selain menyewa kendaraan pribadi, dari Bandara Sultan Hasanuddin pun telah tersedia angkutan umum menuju Bulukumba. Lalu dari Bulukumba bisa dilanjutkan dengan menggunakan angkot, bus tujuan Selayar atau kendaraan masyarakat lokal yang dijadikan angkutan umum.

Perlu diperhatikan bagi Travelers yang ingin menggunakan angkot ke Pantai Tanjung Bira dari Bulukumba, angkot hanya tersedia sampai dengan pukul 13:00 WITA. Total perjalanan hampir sama dengan menggunakan kendaraan pribadi. Birunya laut, deburan ombak dan semilir angin di pinggir pantai seakan membayar kelelahan Travelers yang sudah rela jauh-jauh berkunjung ke Pantai Tanjung Bira.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : Cece Chan

  • Jl. Bontobahari, Bira, Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan 92571

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari (senin – minggu) 24 jam


Tak jauh dari Tanjung Bira, terdapat Pulau Kambing. Tidak ada hubungannya dengan namanya, bahkan tidak terlihat ada kambing yang berkeliaran di pulau ini. Lalu kenapa tempat ini dinamakan Pulau Kambing? Ternyata, tidak ada arti khusus untuk nama pulau ini, hanya sekedar nama saja.

Pulau Kambing merupakan pulau yang tidak memiliki penghuni. Terletak tidak jauh dari Tanjung Bira, hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit menggunakan perahu cepat yang disewa dari Tanjung Bira. Travelers akan tiba di pantai yang memiliki kekayaan biota laut dengan dinding karang yang memiliki kedalaman sekitar 60 m.

Pulau Kambing

Pulau Kambing merupakan spot yang tepat bagi yang suka snorkeling ataupun menyelam. Jernihnya air sangat mengundang pengunjung untuk bergegas mempersiapkan alat snorkeling. Konon, terdapat arus kuat yang disebabkan oleh air terjun bawah laut sehingga perlu diperhatikan oleh para penyelam agar lebih berhati-hati.

Bagi para penyelam, Pulau Kambing merupakan salah satu spot diving yang ada di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri jika penyelam akan bertemu dengan hiu di kawasan perairan ini seperti hiu black tip, white tip dan jika beruntung para divers juga bisa bertemu hiu martil maupun hiu paus di kedalaman. Menikmati keindahan Pulau Kambing juga dapat dilakukan dengan menaiki tebing terjal untuk melihat keseluruhan Pulau Kambing dari atas tebing.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy

  • Bira, Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan

  • Hubungi

    0822-9261-8249

  • Jam Operasional

    Buka hari senin – jumat pukul 08.00 – 17.15 WITA, (hari sabtu dan minggu libur).


Belum cukup dengan Tanjung Bira, Travelers bisa menikmati pesona ke­­­indahan Pantai Apparallang yang mengagumkan. Terletak di Desa Ara, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Appa dan rallang dalam bahasa Konjo memiliki arti ‘ujung yang curam’. Tebing kokoh yang memanjang sukses memberikan sudut pandang lain melihat pantai. Tiket masuk ke Apparalang yaitu Rp 10.000 per orang. Pantai ini berjarak sekitar 200 km dari Makassar dan sekitar 40 km dari Kabupaten Bulukumba.

Suara deburan ombak yang menghantam batu karang, gradasi warna, tebing terjal mengundang decak kagum para pengunjung yang bisa menyaksikannya dari dekat. Pantai Apparallang memang tidak bisa dihampiri dengan berjalan kaki sambil bermain ombak.

Apparallang

Pihak pengelola setempat telah menyediakan tangga kayu setinggi 7 m serta anjungan untuk memudahkan pengunjung melihat laut lebih dekat dengan fasilitas yang tetap aman. Sayangnya, beberapa sampah plastik bekas botol minuman terlihat di anjungan kayu. Jika Travelers berkunjung ke tempat ini sebaiknya menyimpan sampah masing-masing sampai menemukan tempat sampah agar kelestariannya tetap terjaga.

Pengunjung yang menguji adrenalin dengan melakukan cliff jumping dari atas tebing menjadi tontonan yang mendebarkan. Atraksi melompat dari atas tebing seakan melepaskan kepenatan lalu disambut dengan suara tubuh yang menghantam air laut yang menyegarkan. Tidak jarang para cliff jumper ini ketagihan untuk melompat lebih dari sekali.

Travelers diperbolehkan untuk berenang jika ombak sedang tenang. Kejernihan perairan di Apparallang sudah pasti menyita perhatian pengunjung yang ingin sekadar bermain air. Tetapi Travelers harus tetap waspada akan ombak yang tinggi dan gugusan karang yang tajam. Akan lebih aman jika Travelers tidak berenang seorang diri.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : Ayub Ardiyono

  • Dusun Kadien, Desa Ara, Kecamatan Bonto Bahari, Ara, Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan

  • Hubungi

    0811-4605-987

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari (senin – minggu) pukul 07.00 – 17.00 WITA


Dari atas dermaga Pulau Liukang Loe, Travelers bisa melihat dengan jelas ikan serma dan terumbu karang dalam kejernihan air. Pulau Liukang Loe yang bisa dicapai dari Tanjung Bira ini merupakan arena bermain bagi anak-anak saat air sedang surut. Menangkap ikan dengan menggunakan jaring menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh anak-anak yang mendiami sekitar Pulau Liukang Loe ini.

Cara memukulkan air dengan kayu dari berbagai arah mampu menggiring ikan-ikan malalea dan bonga masuk ke dalam jaring yang dibentangkan. Kejernihan air di Pulau Liukang Loe ini pun menarik minat para Travelers untuk segera loncat dan snorkeling.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy

  • Bira, Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan 92571

  • Hubungi

    0822-9126-2332

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari (senin – minggu) pukul 07.00 – 18.00 WITA