Pos

Mengunjungi Kerajaan Kupu-kupu

Keunggulan Indonesia yang beriklim tropis yaitu hampir setiap daerah di Indonesia memiliki taman nasional dengan ciri khas masing-masing. Di Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibukota Makassar dapat dijumpai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang berada sekitar 40 km dari kota Makassar atau sejauh 60 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung atau yang lebih dikenal dengan nama TN Babul ini juga mempunyai bentang alam karst yang menakjubkan di berbagai sudutnya.

Dimulai dari pintu masuk loket pengunjung, terlihat adanya jalan setapak untuk menyusuri kawasan TN Babul. Jalan setapak yang terbuat dari semen ini diapit oleh rimbunan pepohonan layaknya jalan menuju hutan. Berbagai wisata disuguhkan mulai dari Helena Sky Bridge, Museum Kupu-kupu, gua-gua dengan juntaian stalagmit dan stalagtit, lorong sepanjang 1500 m, pesona Gunung Bulusaraung serta kesegaran Air Terjun Bantimurung yang mengalir deras. Ketinggian air terjun ini sekitar 15 m dengan lebar hampir 20 m yang mengalir melalui rangkaian gundukan batu kapur besar.

Helena Sky Bridge

Helena Sky Bridge yang memacu adrenalin.

Terdapat pilihan yang dapat dilakukan jika Travelers mengunjungi air terjun Bantimurung seperti river tubing dan arung jeram. Tetapi, atraksi ini hanya dapat beroperasi pada musim kemarau, dikarenakan pada musim penghujan debit air akan meningkat sehingga dapat membahayakan pengunjung. Cara lain menikmati TN Babul yaitu dengan memilih atraksi flying fox yang menawarkan keindahan panorama TN Babul beserta gugusan karst dari ketinggian.

Berdiri di atas lahan seluas 43.750 ha, TN Babul merupakan ruang habitat bagi sedikitnya 711 jenis tumbuhan dan 735 jenis satwa liar. Kawasan TN Babul terbagi ke dalam tiga tipe ekosistem utama yaitu ekosistem karst, ekosistem hutan hujan dan ekosistem hutan pegunungan bawah. Keanekaragaman serta populasi kupu-kupu yang melimpah di kawasan ini membuat Alfred Russel Wallace, seorang naturalis ternama dari Inggris, menjulukinya The Kingdom of Butterfly.

Jika berkunjung ke Taman Kupu-kupu, terdapat dua lokasi yang bisa dikunjungi yaitu Museum Kupu-Kupu dan penangkaran kupu-kupu. Selain menambah kesejukan, kehadiran Museum Kupu-kupu merupakan sarana konservasi dan edukasi bagi masyarakat umum yang berkunjung.

Di Museum Kupu-kupu, Travelers bisa mempelajari kehidupan kupu-kupu dan proses metamorfosisnya. Mulai dari telur yang dilanjutkan menjadi ulat, pupa, kepompong hingga kupu-kupu. Travelers dapat melihat ratusan kupu-kupu yang hidup di taman nasional ini dengan ragam jenis, warna dan ukuran yang tertata rapi dalam koleksi museum termasuk dua primadonanya yaitu papilio androcles dan papilio blumei. Androcles terkenal dengan bentuk sayapnya yang cantik menjuntai. Sedangkan blumei memiliki keunikan warna biru yang jarang dimiliki satwa lain. Dalam jumlah besar, kupu-kupu di TN Babul dapat ditemui saat pagi hari.

Museum Kupu-kupu

Museum Istana Kupu-kupu di area Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Sedikitnya ada 247 jenis kupu-kupu yang berhasil teridentifikasi di kawasan TN Babul dengan lokasi survey mencakup Bantimurung, Ara, Pattunuang, Bu’rung, Mario, Parigi, Leang Londrong, Mallenreang, Kampoang, Bangkeng Sakeang, Tombolo, Pattompongan dan Gunung Bulusaraung. Beberapa di antaranya termasuk di dalam spesies kupu-kupu langka.

Pengembangan fasilitas rekreasi sempat mengurangi lahan berkembang biak kupu-kupu yang mengakibatkan berkurangnya jumlah spesies kupu-kupu di TN Babul. Beranjak dari hal tersebut, pihak pengelola mulai mengambil sikap untuk melakukan penanaman pohon dan tanaman bunga yang menjadi rumah bagi kupu-kupu yang bertelur. Bagi wisatawan lokal cukup membeli tiket masuk dengan harga Rp25.000 per orang, sedangkan untuk wisatawan mancanegara memiliki harga berbeda yaitu sekitar Rp250.000. Dari penjualan tiket ini, pihak pengelola TN Babul memiliki target untuk terus memperbaiki fasilitas yang ada.

Nah, bagi para pecinta extreme sport, kawasan ini cukup menantang dengan suguhan sekitar 200 gua yang bisa ditelusuri. Salah satunya adalah Leang Pute, di mana pengunjung dapat turun dengan teknik Single Rope Technique (SRT) ke dasar gua yang memiliki kedalaman sekitar 270 m lalu pengunjung akan dipandu untuk menyusuri gua dengan berjalan kaki.

Leang Pute merupakan salah satu gua vertikal yang disebut sebagai gua terdalam di Indonesia. Perlengkapan untuk menyusuri gua pun sudah disediakan yakni harness, tali, pakaian khusus, sepatu boot, helm serta headlamp menjadi peralatan wajib yang digunakan oleh para pengunjung yang ingin mencoba aktivitas olahraga ekstrem ini.

Masih berhubungan dengan extreme sport, apakah Travelers bersedia untuk menyusuri Gua Mimpi lengkap dengan stalagtit dan stalagmit yang memukau? Perlu diingat, aktivitas ini sangat membutuhkan fisik yang fit untuk menyusuri gua sepanjang 1,4 km serta mendaki gunung sekitar 500 mdpl dengan kondisi yang cukup terjal.

Air terjun

Air Terjun Bantimurung, gemuruh air yang jatuh pada batu kapur.

Tidak pernah sepi dari pengunjung, TN Babul cocok bagi Travelers yang ingin meluangkan waktu bersama keluarga. Silahkan memilih untuk berkunjung di hari biasa jika Travelers ingin menikmati alam di kawasan ini dengan lebih maksimal karena pengunjung yang datang akan lebih sedikit dibandingkan saat hari libur. TN Babul menjadi salah satu spot yang wajib dikunjungi jika berkunjung ke Makassar.

Masih menjadi perbincangan di kalangan para turis mancanegara mengenai harga tiket yang dipatok untuk wisatawan asing terlalu mahal dibandingkan dengan taman nasional lainnya di Indonesia yang memiliki alam lebih memukau. Tetapi tidak mengurungkan niat para wisatawan lokal yang ingin menghabiskan waktu bersama kerabat maupun keluarga di TN Babul. Bulan September-Oktober merupakan waktu yang tepat untuk mengunjungi TN Babul. Jika beruntung, akan bertemu dengan kawanan kupu-kupu yang turut menyambut kedatangan Travelers.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy, Iqbal Fadly, Ayub Ardiyono

  • Catatan
    • Konon, arti kata ‘bantimurung’ adalah ‘membanting kemurungan’. Taman nasional ini memang selalu ramai akan pengunjung yang mencari rekreasi bersama keluarga di tengah pesona alamnya.
    • Pada tahun 1857, naturalis terkenal Alfred Russel Wallace mendata 256 jenis kupu-kupu di kawasan Bantimurung dan menyebut tempat ini sebagai ‘Kerajaan Kupu-kupu’.

  • Jln. Poros Maros-Bone Km.12, Kalabbirang, Bantimurung, Kalabbirang, Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan 90561

  • Hubungi

    (0411) 388 0252

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari (senin – minggu) 24 jam


Akan Safari di Timur Jawa

Begitu tiba di Banyuwangi dan sekitarnya, Travelers akan disuguhkan dengan pemandangan alam yang kaya akan flora dan fauna. Tak disangka jika ujung timur Pulau Jawa ini menjadi habitat bagi satwa-satwa liar yang dilindungi dan aneka macam tanaman langka.

Eksotisme ketiga taman nasional yang ada di Banyuwangi dan sekitarnya ini menghadirkan pesona tersendiri di tiap kawasannya. Berikut ialah beberapa taman nasional (TN) yang mengelilingi Banyuwangi dengan keunikannya masing-masing.

Taman Nasional Alas Purwo

Diyakini sebagai hutan tertua di Pulau Jawa, TN Alas Purwo terkenal angker dan keramat. Warga setempat yang mayoritas memeluk agama Islam dan Hindu ini masih datang ke TN Alas Purwo setiap tanggal 1 Suro untuk bersemedi dan bertapa. Konon, Alas Purwo merupakan tempat pelarian rakyat Majapahit dari penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.

Beberapa objek wisata yang dapat dikunjungi di dalam kawasan TN Alas Purwo yaitu Situs Kawitan, Gua Istana, Gua Mayangkoro, Gua Padepokan, Gua Persembunyian dan Meriam Jepang. Pura Giri Salaka merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit dari abad ke-14 yang ditemukan oleh warga secara tidak sengaja pada tahun 1967.

Beberapa mitos pun kerap kali bermunculan. Masyarakat sekitar meyakini bahwa di dalam taman nasional ini terdapat gapura-gapura gaib yang hanya bisa dilihat setelah melakukan ritual brata, yakni meditasi secara tiga hari berturut-turut tanpa makan dan minum serta dilarang untuk memiliki amarah kepada siapapun. Sesudah melakukan ritual brata, gapura gaib lengkap dengan para prajuritnya baru akan menampakkan wujudnya.

Tak hanya itu, TN Alas Purwo yang memiliki jenis tanah liat berpasir hampir di keseluruhan area, juga memiliki objek wisata lainnya yang sayang untuk dilewatkan. Objek wisata bahari seperti Plengkung atau G-Land, Cungur, Marengan, Triangulasi, Pancur, Pasir Putih, Sembulungan, Perpat dan Teluk Banyubiru dapat Travelers kunjungi saat tiba di kawasan taman nasional yang didominasi oleh rimbunan pohon mahoni ini.

Lokasi TN Alas Purwo berada di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, Jawa Timur, dengan luas 43.420 ha serta ketinggian 322 mdpl. Taman Nasional yang diresmikan pada tahun 1993 ini memiliki beberapa padang Sadengan, yaitu area yang berfungsi sebagai penggembalaan dan monitoring banteng jawa. Inisiatif ini dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi banteng jawa yang mulai berkurang di setiap tahunnya.

Di area penggembalaan ini pun sengaja ditempatkan sumber air buatan bagi banteng jawa dan satwa lainnya. Adanya area Sadengan ini pun memudahkan pengawas dalam menghitung jumlah populasi satwa yang ada. Terdapat 50 jenis mamalia, 700 jenis flora, 320 jenis burung, 48 jenis hewan reptil dan 15 jenis amfibi.

Satwa yang dapat ditemui di TN Alas Purwo di antaranya yaitu lutung, kera abu-abu, rusa, biawak, kijang, ajag, macan tutul dan babi hutan. Jika tiba di pagi hari sekitar pukul 06.00-10.00, Travelers bisa menyaksikan kawanan merak yang beriringan keluar.

Tipe hutan hujan dataran rendah yang secara geografis berada di ujung tenggara Pulau Jawa ini memiliki beberapa tipe ekosistem di dalamnya. Di antaranya yaitu hutan bambu, hutan pantai, hutan mangrove, hutan alam serta hutan tanaman.

Pesona keindahan yang ditawarkan menjadikan TN Alas Purwo ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Dunia oleh UNESCO-PBB dan Geopark Nasional. Perbaikan infrastruktur menuju TN Alas Purwo menjadi salah satu alasan adanya kenaikan pengunjung mencapai 53,5 % atau sejumlah 211.049 orang di tahun 2018. Sejumlah fasilitas pun telah dibangun untuk mendukung kenyamanan para pengunjung seperti kantin, musala dan toilet.

Meskipun akses ke TN Alas Purwo sudah cukup baik, tapi sampai saat ini belum ada kendaraan umum yang melintasi kawasan tersebut. Pilihan terbaik ialah menggunakan kendaraan pribadi ataupun menyewa mobil. Rute dari Banyuwangi bisa memilih untuk mengarah ke Rogojampi kemudian melanjutkan ke arah Srono lalu mengambil arah ke Muncar. Setelah bertemu dengan perempatan Tembok, belok kanan menuju Pasar Sumberberas hingga tiba di Tegaldlimo. Dari situ bisa melanjutkan ke arah Pos Retribusi Karcis Rowobendo.

Dengan membeli tiket masuk TN Alas Purwo sebesar Rp 15.000 per orang, Travelers sudah berada di dalam kawasan TN Alas Purwo yang termasuk di dalam minat khusus yakni wisata religi, wisata spiritual, bahari maupun sejarah. Himbauan untuk para pengunjung agar menaati setiap peraturan yang ada di dalam kawasan TN Alas Purwo serta menghormati pengunjung lainnya yang kerap kali datang untuk melakukan kunjungan religi.


Taman Nasional Baluran

Taman nasional berikutnya berada di Situbondo, kabupaten di sebelah utara Banyuwangi. Taman Nasional Baluran merupakan kawasan konservasi serta habitat dari berbagai macam flora dan fauna. Eksotiknya alam Baluran yang sempat ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa pada tahun 1962, mengundang wisatawan baik itu domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke taman nasional dengan luas 25.000 ha ini.

Rumput sabana yang terbentang luas merupakan tempat di mana pengunjung bisa menyaksikan kerumunan satwa secara langsung berkeliaran layaknya di Afrika. Menyusuri taman nasional yang diresmikan pada tahun 1980 ini, Travelers akan bertemu dengan banteng jawa yang menjadi maskot Taman Nasional Baluran.

TN Baluran memiliki luas zona sekitar 12.000 ha. Rimba seluas 5.537 ha, perairan 1.063 ha dan daratan 4.574 ha. TN Baluran juga merupakan rumah bagi 444 jenis tumbuhan dan 26 jenis mamalia. Sempat mengalami kebakaran pada bulan Juli 2018, tidak mengurungkan niat pengunjung yang ingin melihat secara langsung banteng jawa, kerbau liar, rusa, kancil, kijang, kucing bakau, macan tutul, burung merak, burung ayam hutan merah dan satwa lainnya yang ada di TN Baluran.

Dugaan sementara, kebakaran hutan dipicu oleh kondisi kemarau dan adanya orang yang membuang puntung rokok sembarangan. Pengunjung dihimbau untuk lebih waspada jika sudah memasuki kawasan TN Baluran, terlebih lagi saat musim kemarau. Dedaunan kering yang menumpuk akan dengan mudah terbakar jika disulut oleh percikan api.

Terletak di tiga wilayah yaitu Banyuputih, Situbondo dan Wongsorejo, nama Baluran diambil dari nama gunung yang berada di daerah ini yaitu Gunung Baluran. TN Baluran terdiri dari sabana, hutan mangrove, hutan hijau, hutan tropis, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah dan hutan rawa. Di TN Baluran juga disediakan area camping yang sudah memiliki fasilitas kamar mandi dan air bersih.

Karena keindahan alamnya yang eksotik serta keragaman flora dan fauna, TN Baluran memiliki beberapa tempat yang menarik untuk dikunjungi. Di antaranya yaitu Bekol, Pantai Bama, Gua Jepang, Curah Tangis, Manting, Dermaga, Evergreen Forest, Lempuyang, Teluk Air Tawar dan Candi Bang.


Untuk melihat banteng jawa, kerbau liar, burung ayam hutan, rusa, burung merak, kijang, Travelers dapat singgah di Pos Bekol. Area Bekol ditandai dengan adanya kerangka kepala banteng dan kerbau liar yang digantung di sebuah papan.

Bekol sangat cocok bagi Travelers yang ingin hunting foto bertema kehidupan satwa liar. Namun, jika Travelers ingin menikmati suasana pantai, menyelam, snorkeling di area TN Baluran, bisa menyempatkan diri untuk singgah di Pos Bama. Lain halnya bagi pecinta olahraga panjat tebing, Travelers bisa singgah di Pos Curah Tangis yang memiliki tebing dengan ketinggian 10-30 meter serta tingkat kemiringan hingga 85 derajat.

Tidak ada waktu khusus yang ditetapkan untuk mengunjungi TN Baluran yang berjarak 45 km atau sekitar 1-1,5 jam dari Banyuwangi ini. Musim kemarau merupakan waktu yang pas untuk melihat hamparan sabana yang membentang luas, sedangkan keindahan bunga-bunga bisa dlihat pada waktu musim hujan.

Dari kota Banyuwangi Travelers bisa menggunakan bus menuju Terminal Probolinggo kemudian dilanjutkan dengan menggunakan bus tujuan Pelabuhan Ketapang lalu turun di pintu masuk TN Baluran. Jika memiliki kendaraan pribadi, Travelers bisa memilih jalur Banyuwangi-Batangan yang menempuh jarak 35 km dilanjutkan menuju arah Bekol sekitar 12 km. Jalur Bekol-Bama ini menuntun Travelers hingga ke pintu masuk TN Baluran.

Memang untuk menuju ke sana cukup menyita waktu, tetapi Travelers tidak akan menyesal begitu tiba di kawasan TN Baluran. Jangan lewatkan ke menara pandang untuk melihat lanskap TN Baluran yang dihuni oleh satwa liar yang berkeliaran dengan bebas. Menjelang matahari terbenam, terlihat gerombolan satwa yang hendak kembali ke habitatnya berbaris rapi dengan latar belakang senja yang indah layaknya film dokumenter yang ada di National Geographic.


Taman Nasional Meru Betiri

Terletak di pesisir selatan Pulau Jawa tepatnya di Kabupaten Pesanggaran di wilayah Banyuwangi dan Jember, Jawa Timur. Kawasan ini merupakan konservasi alam dengan luas 58 ha. Sama seperti Taman Nasional Baluran dan Alas Purwo, Travelers juga bisa mendapati kehidupan satwa-satwa liar secara langsung. Satwa liar yang dilindungi di TN Meru Betiri di antaranya yaitu banteng, macan tutul, ajag, rusa, monyet ekor panjang, merak, penyu belimbing, penyu sisik, penyu hijau, rusa, kucing hutan dan elang.

Yang membedakan TN Meru Betiri dengan kedua taman nasional lainnya yang ada di Banyuwangi ialah terdapat tempat penangkaran penyu. Bahkan dalam jangka waktu tertentu, pihak pengelola melepaskan tukik atau anak penyu di Pantai Sukamade yang masih berada di dalam kawasan TN Meru Betiri ini.

Pesona TN Meru Betiri semakin memukau sebagai habitat bagi bunga Rafflesia zollingeriana yang memiliki diameter 15-33 cm dengan kepala sari berjumlah 32-40 butir. Nama Meru Betiri diambil dari nama dua gunung yang ada di dalam kawasan ini, Gunung Meru dan Gunung Betiri.

Dahulu sebelum ditetapkan menjadi taman nasional, Meru Betiri telah dibuka oleh Belanda sebagai salah satu wilayah perkebunan. Maka tak heran jika di balik rimbunnya hutan TN Meru Betiri, masih terdapat perkebunan karet yang masih beroperasi hingga sekarang.

Mendukung potensi wisata yang ada, beberapa fasilitas penginapan juga disediakan untuk para pengunjung yang ingin menghabiskan malam. Tak hanya itu, fasilitas seperti kantin, musala, kamar mandi umum dan area parkir pun sudah tersedia. Jika menelusuri TN Meru Betiri, Travelers akan menjumpai beberapa pantai elok yang masih jarang dikunjungi oleh wisatawan.

Selain Kawah Ijen, ternyata Banyuwangi dan sekitarnya memiliki tiga taman nasional dengan ciri khas masing-masing. Sungguh keistimewaan yang patut dibanggakan oleh Provinsi Jawa Timur karena pesona alamnya yang luar biasa. Potensi wisata yang dimiliki oleh Banyuwangi, mendorong pemerintah setempat untuk bekerja lebih keras lagi untuk semakin memperkenalkan pariwisata Banyuwangi baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy

Surga Nyanyian Para Burung

Keistimewaan alam di Pulau Sumba semakin dikenal banyak kalangan lewat hamparan padang sabana serta pantai-pantai nan elok. Keindahan Bukit Wairinding di Sumba Timur dan Pantai Bawana di Sumba Barat Daya kerap menjadi tujuan wisata alam yang wajib dikunjungi di Sumba. Padahal, selain lapisan perbukitan dan wisata pantainya, Sumba juga memancarkan kekayaan dan keindahan alam yang khas lewat dua taman nasionalnya yang cenderung jarang dilirik wisatawan.

Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (TNLW), adalah taman nasional dengan Gunung Wanggameti yang merupakan titik tertinggi di pulau Sumba. Sedangkan Taman Nasional Manupeu Tanadaru (TNMT), merupakan surga bagi para pecinta ornitologi, atau cabang ilmu yang mempelajari burung.

Kedua taman nasional yang diresmikan pada tahun 1998 ini merupakan gabungan beberapa hutan lindung dan cagar alam, selain menjadi satu-satunya tempat di Sumba di mana Anda dapat menikmati hutan-hutan lebat nan hijau yang sudah langka di bagian lain pulau ini.

Manupeu Tanadaru merupakan taman nasional terluas di Sumba, dengan luas yang mencapai ±88,000 ha. Wilayahnya memanjang di bagian selatan pulau dan terbagi ke dalam wilayah tiga kabupaten: Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur. Taman nasional ini memiliki variasi habitat hutan mulai dari hutan mangrove, hutan dataran rendah, hutan hujan, hingga hutan musim perbukitan.

Selain menjadi habitat 118 jenis flora, TNMT terkenal akan ratusan jenis burung yang menjadikannya tepat untuk dikunjungi para penggemar aktivitas birdwatching. 8 dari spesies burung yang terdapat di sini merupakan fauna endemik yang hanya bisa ditemukan di Pulau Sumba seperti punai sumba, burung madu sumba, burung hantu sumba, sikatan sumba, serta kakatua jambul jingga atau cempaka dan julang sumba yang sudah di ambang kepunahan. Hutan-hutan di kawasan TNMT juga menjadi singgahan bagi burung-burung yang bermigrasi dari Australia atau Eurasia, sehingga tempat ini semakin ramai akan nyanyian berbagai jenis burung.

TNMT juga memiliki dua air terjun sebagai salah satu highlight wisatanya, yaitu Air Terjun Lapoppu dan Air Terjun Matayangu. Air Terjun Lapoppu yang terdapat di Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat merupakan air terjun tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di sini Anda dapat berenang di telaga biru kehijauan di tengah rindangnya pepohonan yang asri. Selain ketinggiannya, kemegahan air terjun ini juga terpancar dari pancuran air di antara lapisan bebatuan yang bertingkat-tingkat.

Anda juga dapat mengunjungi Air Terjun Matayangu yang terletak di Manurara, Kabupaten Sumba Tengah. Dibutuhkan trekking melewati rimba nan mempesona untuk mencapai air terjun ini. Kawasan Air Terjun Matayangu memiliki puluhan gua kecil dan batu-batuan besar di antara aliran sungai yang indah. Penduduk setempat juga meyakini bahwa air terjun ini merupakan tempat yang sakral, terutama bagi mereka yang menganut kepercayaan lokal. Jadi para pengunjung diharapkan untuk menghormati dan mengindahkan imbauan masyarakat setempat demi keselamatan bersama.

Bagian selatan TNMT adalah deretan pantai di antara teluk-teluk menawan yang relatif sepi pengunjung. Ada beberapa pantai yang dapat dikunjungi, seperti Pantai Konda Maloba di Katikutana, Kabupaten Sumba Tengah dengan ombaknya yang tenang dan air laut yang jernih. Di pantai ini juga terdapat sebuah batu besar bernama Appu Ladu yang berarti ‘Ibu Matahari’. Konon, batu yang menjulang 15 meter ini merupakan makam bangsawan yang hidup ratusan tahun yang lalu. Cerita seputar Appu Ladu memang masih diselimuti misteri, salah satu cerita rakyat setempat menyebutkan bahwa matahari terbit dan terbenam dari balik batu ini.

Meneruskan perjalanan dari Pantai Konda Maloba, Anda akan tiba di Pantai Hipi yang tepat untuk menikmati keindahan terumbu karang, atau mengamati kehidupan penyu hijau. Pantai-pantai lain yang tersebar di kawasan TNMT juga termasuk Pantai Marabakul dan Pantai Aili yang terkenal dengan pasir putihnya yang mempesona.

Selain sebagai konservasi, bentang alam yang permai di TNMT juga berperan penting sebagai sumber air dan pembangkit listrik yang menghidupi masyarakat di sekitarnya. Jika mengunjungi TNMT, pastikan Anda turut serta menjaga kebersihan taman nasional agar terus lestari dan dapat dinikmati anak cucu kita. Hingga kehidupan liar yang beraneka ragam terus terpelihara dengan burung-burung yang terus bernyanyi merdu untuk selamanya.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy & Cece Chan

 

Mencegah Kepunahan Orangutan Sumatra

Sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, Taman Nasional Gunung Leuser adalah salah satu spot wisata favorit bagi turis mancanegara dengan orangutan sumatra yang kerap menjadi daya tarik utamanya. Walau dulunya orangutan hidup di seluruh kawasan Asia Tenggara, kini orangutan hanya dapat dijumpai di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatra. Dan untuk dapat menjumpai orangutan sumatra dari jarak dekat, Anda bisa berkunjung ke taman nasional yang berada di Tanoh Gayo ini.

Dengan usia yang bisa mencapai 40-50 tahun, orangutan sumatra hidup berdampingan dengan masyarakat yang mendiami kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser. Di Gayo Lues sendiri, orangutan sangat mudah untuk dijumpai. Dari Desa Kedah, hanya dengan sedikit trekking Anda sudah bisa bertemu orangutan liar di belantara rimba Gunung Leuser. Walau sering terlihat berkeliaran di sekitar pemukiman penduduk, orangutan sumatra umumnya adalah binatang yang pemalu, apalagi dengan manusia.

Orangutan sumatra memiliki postur yang lebih kecil dari kerabatnya di Pulau Kalimantan. Dengan bulu berwarna kemerahan, panjang tubuh orangutan dapat mencapai 1,25 hingga 1,5 meter, dengan berat yang berkisar antara 50-90 kg untuk jantan, dan 30-50 kg untuk betinanya. Orangutan jantan umumnya penyendiri, sedangkan orangutan betina sering dijumpai dalam kelompok bersama anak-anaknya.

Orangutan betina memiliki interval antar tiap kehamilan yang cukup lama, yaitu satu anak dalam setiap 8 tahun. Waktu kehamilan orangutan juga mirip dengan manusia, yaitu kurang lebih 9 bulan. Setelah lahir, anak orangutan akan diasuh oleh ibunya hingga usia sekitar 7 tahun, dan seorang anak orangutan akan memiliki ikatan yang sangat erat dengan ibunya.

Pada dasarnya, jumlah populasi orangutan sumatra jauh lebih sedikit dibandingkan orangutan Kalimantan, dan sayangnya, jumlah populasi orangutan sumatra ditakutkan akan terus berkurang kedepannya.

Terdapat estimasi bahwa orangutan sumatra akan menjadi salah satu spesies great apes pertama yang punah di alam liar. Mengapa? Banyaknya pembukaan hutan untuk perkebunan dan pemukiman, serta pembalakan liar semakin mengurangi habitat alami dari begitu banyak orangutan sumatra. Kebakaran hutan dan perburuan juga menjadi penyebab merosotnya populasi orangutan sumatra di alam liar.

Saat ini, terdapat banyak organisasi dari luar maupun dalam negeri yang berjuang untuk menyelamatkan orangutan sumatra dari ancaman kepunahan. Orangutan adalah hewan yang memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang hampir mirip dengan manusia, dengan kemiripan DNA yang mencapai 95%. Maka dari itu, sebagai kerabat terdekat dari spesies kita, kelangsungan hidup orangutan sumatra di alam liar adalah tanggung jawab kita bersama.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : Mardiansyah BP

Petualangan Belantara yang Sesungguhnya

Di tahun 2016 yang lalu, media sempat dihebohkan dengan berita tentang Leonardo DiCaprio dan Adrien Brody, bintang film ternama dunia, mengunjungi Provinsi Aceh untuk berlibur sekaligus menunjukan partisipasi dan dukungan terhadap pelestarian lingkungan hidup. Lokasi yang dikunjungi DiCaprio dan Brody, tidak lain adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), salah satu taman nasional terbesar di Indonesia yang mencakup 2 provinsi: Aceh dan Sumatra Utara. Taman nasional ini termasuk sebagai bagian dari The Tropical Rainforest Heritage of Sumatra, gabungan wilayah konversi alam yang dilindungi oleh UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia sejak tahun 2004.

TNGL merupakan kumpulan beberapa cagar alam yang terbentang dari Aceh hingga Sumatra Utara dengan berbagai kontur dan bioma alam, mulai dari hutan rawa, hutan bakau, hutan subalpine, hingga hutan hujan dataran rendah. Begitu banyak fauna langka yang akan Anda jumpai untuk pertama kalinya disini sebagai rumah bagi sekian banyak satwa lindung, seperti beruang madu, orangutan sumatra, gajah sumatra, badak sumatra, burung enggang, siamang dan masih banyak lagi. Flora langka seperti rafflesia, titan arum, dan berbagai jenis kantong semar juga tersebar liar menanti Anda di TNGL.

TNGL adalah gugusan pegunungan yang berada di tengah jajaran Bukit Barisan bagian utara dengan luas sekitar 1,094,692 ha, menjadikannya area belantara hutan hujan tropis terluas di Asia Tenggara. Dan sorotan utamanya, tentu terletak pada sang gunung dimana nama taman nasional ini sendiri diambil: Gunung Leuser.

Pendakian Gunung Leuser umumnya dimulai dari Kedah, sebuah desa kecil di Gayo Lues yang menjadi pos terdekat untuk mencapai puncak. Di Kedah, pendaki biasa disambut oleh Pak Rajali atau akrabnya Mr. Jali, seorang pemandu lokal yang dikenal sebagai ‘juru kunci’ dari wisata pendakian Gunung Leuser. Pendakian Gunung Leuser termasuk salah satu wisata pendakian yang cukup menantang di seluruh Indonesia, yang membutuhkan kondisi prima dan kemantapan hati dari tiap pendaki. Mengapa? Karena pendakian Gunung Leuser membutuhkan kisaran waktu 10-16 hari pulang pergi untuk mencapai ke puncaknya. Jumlah hari yang tidak menentu ini sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan fisik Anda saat pendakian. Pendakian Gunung Leuser memakan waktu begitu lama karena mengharuskan pendaki melewati lika-liku hutan, perbukitan, dan setidaknya 7 gunung sebelum tiba di puncak Gunung Leuser.

Perjalanan pendakian Anda tentu saja akan melewati berbagai rintangan yang seru seperti jalan berlumut yang licin, rimbun kanopi tebal yang menutupi Anda dari sinar mentari, hingga binatang liar yang melintas bebas. Hal yang unik lainnya kala mendaki Gunung Leuser adalah soal perbekalan. Dimana dari awal pendakian, Anda akan menimbun perbekalan sepanjang perjalanan yang beberapa hari kemudian, Anda akan gali kembali untuk keperluan logistik saat penurunan. Ini semua untuk mensiasati jumlah beban yang harus Anda bawa serta kecukupan logistik selama pendakian, mengingat lamanya jumlah hari yang akan Anda lewati selama berada di Gunung Leuser.

Demi keamanan, sebelum mendaki Anda akan diharuskan untuk melapor dan melewati proses izin terlebih dahulu kepada pihak yang berwajib, serta memastikan menyewa porter dalam perjalanan Anda sebagai pemandu di tengah belantara hutan. Pemandu di Gunung Leuser terkenal akan pengetahuan alamnya yang profesional. Dilengkapi juga dengan selingan humor dan skill memasak dari bahan-bahan sederhana namun rasa yang istimewa, para pemandu Gunung Leuser akan menjadi sahabat yang dapat dengan segera memulihkan kelelahan Anda dalam pendakian.

Ada beragam rute pendakian yang bisa Anda lalui, dan semuanya memberikan berbagai view keindahan alam yang akan membuat Anda terpesona. Apalagi ketika Anda menginjakkan kaki di salah satu dari 3 puncak yang memberikan keunikan tersendiri akan gunung ini. Ketiga puncak itu adalah puncak Leuser (3,119 mdpl), puncak Loser (3,404 mdpl), dan puncak Tanpa Nama (3,466 mdpl), yang menjadi puncak tertinggi kedua di Pulau Sumatra setelah puncak Indrapura Gunung Kerinci yang berada di perbatasan Provinsi Sumatra Barat dan Provinsi Jambi.

Seluruh perjuangan menerobos hutan akan sepadan setelah menyaksikan keasrian alam Bumi Pertiwi dengan keindahan alam yang jauh dari sentuhan peradaban. Anda dapat menghirup segarnya oksigen dari alam bebas dengan suguhan hamparan hijau Taman Nasional Gunung Leuser yang juga dikenal mancanegara sebagai paru-paru dunia. Pendakian Gunung Leuser adalah sebuah petualangan yang benar-benar memicu adrenalin, menambah wawasan, dan akan membekas untuk Anda kenang seumur hidup.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : Rainforest Lodges Kedah & Mardiansyah BP