Derita Masa Lalu, Harta Masa Depan
Walau menyimpan sejuta pesona keindahan, alam di Pulau Sumba masih dikenal sebagai tanah yang kering dan tidak subur. Hamparan sabana dengan sedikitnya pepohonan menjadi pemandangan yang umum di Sumba, terutama di Sumba bagian timur. Padahal di balik kesannya yang tandus, pulau ini sebenarnya memilki kekayaan alam yang istimewa dan berpotensi.
Tidak hanya dalam keanekaragaman hayati dua taman nasionalnya, atau potensi wisata dari keindahan pantai-pantainya. Alam di Pulau Sumba juga menjadi spesial berkat salah satu pohon termahal di dunia yang tumbuh di sana, yaitu pohon cendana.
Gugus kepulauan Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu konsentrasi budidaya cendana (Santalum album Linn) di Indonesia, terutama di Pulau Timor dan Pulau Sumba. Cendana memiliki banyak kegunaan, mulai dari penyedap makanan, aromaterapi, hingga menjadi salah satu bahan untuk pembuatan sabun, kosmetik, dan parfum. Cendana juga dipercaya dapat membantu mencegah kanker dan mengobati berbagai jenis penyakit seperti asma, peradangan, dan penyakit kulit.
Minyak dan kayu cendana telah menjadi komoditas utama Sumba sejak dahulu kala, dan cendana-cendana dari Sumba dan Timor dulunya merupakan cendana dengan jenis dan kualitas terbaik di dunia. Hal tersebut menjadi salah satu daya tarik bagi Portugis dan Belanda untuk menancapkan kekuasaannya di kedua pulau ini. Cendana memang menjadi salah satu pemicu penderitaan masyarakat di zaman kolonial, di mana pada masa itu, cendana dari wilayah ini diekspor dalam jumlah besar ke Eropa, Arab dan Cina.
Menurut cerita, dulunya hutan cendana dengan pohon-pohon cendana yang menjulang tinggi banyak memenuhi Pulau Sumba. Namun eksploitasi yang berlebihan telah mengurangi jumlah pohon cendana dengan signifikan. Bahkan, pada tahun 1987 hingga 1997, penurunan jumlah cendana di wilayah Nusa Tenggara Timur merosot hingga 50%. Hal ini membuat International Union for Conservation of Natural Resource (IUCN), lembaga internasional yang bergerak di bidang konservasi sumber daya alam, mendaftarkan cendana di Indonesia ke dalam kategori spesies yang terancam punah.
Saat ini, semangat untuk mengembalikan kejayaan cendana mulai tumbuh di Sumba. Cendana merupakan salah satu komoditas yang digalakkan pemerintah setempat. Masyarakat yang membudidayakan cendana di pekarangan rumah atau kebun keluarga juga semakin bertambah.
Cendana adalah tumbuhan dengan masa panen yang cukup lama, yang idealnya baru bisa dipanen setelah belasan hingga puluhan tahun. Namun masyarakat di Pulau Sumba percaya bahwa cendana-cendana muda yang sekarang masih kecil, akan menjadi investasi besar untuk anak cucu mereka. Saat ini cendana memang menyimpan nilai ekonomi yang sangat tinggi. Dengan harga satu pohon yang bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Cendana memang selalu melekat dengan Pulau Sumba. Jika Anda berkesempatan melihat peta-peta lama, terutama yang dibuat oleh bangsa Eropa, mungkin Anda akan menemukan nama ‘Sandalwood Island’ tertulis di atas ilustrasi Pulau Sumba.
Sandalwood adalah cendana, dan Sandalwood Island adalah nama dari bangsa Eropa untuk Pulau Sumba. Setelah kemerdekaan, nama itu berkembang menjadi ‘Nusa Cendana’ yang kini melekat sebagai salah satu julukan dari pulau ini.
Meski mengingatkan cerita pahit akan kolonialisme, cendanalah yang dulu meletakkan keberadaan Pulau Sumba di peta-peta kuno dunia. Dan dengan tunas-tunas yang kini mulai tumbuh kembali, mungkin nantinya cendana jugalah yang kembali melambungkan nama Sumba di mata dunia, selain mengangkat masyarakatnya menuju kesejahteraan yang lama dinantikan.