Merangkul Si Jago Merah
“Pepe’-pepe’ ka ri Makkah
Lanterayya ri Madinah
Ya Allah parombasai
Na takabbere’ dunia”“Api di Makkah
Lentera di Madinah
Ya Allah, sebarkanlah
Hingga takbir seluruh dunia.”
Barisan syair tersebut dinyanyikan bersama-sama. Lengking suara pui-pui dan tabuhan gandrang serta rebana yang bersahutan juga ramai memecah keheningan malam. Dengan iringan sejumlah alat musik tradisional Makassar lainnya, para penari pepe-pepe ka, dengan obor yang menyala di tangan mereka, mengarahkan api ke bagian tubuh masing-masing seolah sedang bermandikan api. Kemudian, para penari mengarahkan obor ke hadapan mulut mereka, dan menyemburkan bola api besar yang menerangi gelapnya malam.
Dalam bahasa Makassar, pepe bermakna ‘api’. Tari Pepe-pepe ka ri Makkah yang sering dijuluki ‘tarian api’ ini memang identik dengan nyala api yang membara sebagai atribut utamanya. Tarian ini biasanya ditarikan oleh laki-laki, namun ada juga yang ditarikan oleh perempuan dan versinya dikenal sebagai tari pepe-pepe ka baine.
Walau dengan gerakan tari yang sederhana, tarian khas suku Makassar ini selalu dapat menarik perhatian penonton yang takjub akan atraksi yang dihadirkannya. Akan tetapi tarian ini lebih dari sekadar atraksi atau unjuk kekebalan, tapi juga tarian yang sarat dengan ajaran-ajaran agama Islam.
Konon, tari pepe-pepe ka tercipta di Kampung Paropo, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar. Tari ini diperkirakan lahir bersamaan dengan masuknya agama Islam di Kerajaan Gowa – Tallo atau Kesultanan Makassar pada awal abad ke-17.
Tari pepe-pepe ka yang kental dengan nuansa Islam, dulunya merupakan salah satu media dakwah kesultanan dalam menyebarkan agama Islam ke seluruh semenanjung selatan Pulau Sulawesi. Meski budi daya tarian ini sempat meredup, saat ini pepe-pepe ka menjadi salah satu ikon pariwisata Makassar yang dapat Travelers saksikan. Kampung Paropo sendiri saat ini tengah dikembangkan untuk menjadi kampung budaya Makassar dan salah satu pusat pelestarian kesenian tradisional suku Makassar.
Selain nyanyian selawat para pengiringnya, ajaran agama Islam juga tersimbolkan dalam proses dan berbagai atribut tarian ini. Sebelum mulai menari, para penari serta pemain musik pengiring dianjurkan untuk berwudu yang dilanjutkan dengan membaca serangkaian doa. Tujuannya ialah agar para penari terbebas dari perasaan dan pikiran negatif, dan dapat tampil dengan hati yang bersih. Kemudian, para penari mulai mengoleskan anggota tubuh mereka seperti lengan dan kaki dengan minyak kelapa.
Di awal tarian ada tahap parurui pepe’ka atau pembakaran obor. Tiap penari memegang obornya sendiri-sendiri. Obor yang diangkat dan diputar-putar akan menjadi pusat perhatian para penonton. Apalagi melihat bagaimana api bersentuhan langsung dengan bagian tubuh para penari yang sama sekali tidak menunjukkan rasa sakit.
Api obor yang diarahkan ke para penari merupakan simbol dari cerita mukjizat Nabi Ibrahim yang tidak terbakar walau disulut api. Seperti Nabi Ibrahim, serangkaian doa yang dipanjatkan sebelum memulai tarian menggambarkan penari pepe-pepe ka yang menyerahkan diri pada kuasa ilahi dalam setiap rintangan yang harus dihadapi.
Atraksi bermain dengan api mungkin akan mengingatkan dengan kesenian debus dari Banten. Namun penggunaan api dalam pepe-pepe ka juga memiliki kaitan dengan falsafah hidup yang identik dengan suku Makassar.
Api yang menyala sebagai sumber cahaya dianggap melambangkan lentera ilahi yang menerangi kehidupan dan menunjukkan jalan yang benar. Api yang selalu panas dan berpijar juga dianggap sebagai cerminan karakter masyarakat suku Makassar yang tegas dalam mengambil tindakan atau keputusan.
Hampir seluruh kesenian dan upacara tradisional di Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan ritual keagamaan, layaknya tari pepe-pepe ka. Dengan nilai religi dan latar belakang sejarahnya, tari pepe-pepe ka kerap mengisi acara-acara kebudayaan di Sulawesi Selatan yang selalu menghibur penontonnya dengan kobaran si jago merah di tengah serunya musik pengiring. Selain juga menjadi cerminan budaya Makassar yang selalu berpegang teguh pada agama, penuh semangat dan tidak mengenal rasa takut.