Pos

Tuah Tani di Ujung Tanduk

Sebagai negara agraris, sedari dulu pertanian kerap menjadi sandaran hidup bagi mayoritas penduduk Indonesia. Panen yang melimpah ruah merupakan salah satu target dan harapan bersama. Yang senantiasa tercapai lewat tanah yang subur serta curah hujan yang mendukung.

Namun ada banyak budaya di Indonesia yang percaya bahwa suatu upacara adat tertentu juga dapat menentukan nasib panen mereka ke depannya. Salah satu contohnya dapat diamati lewat Kebo-keboan, sebuah upacara unik khas suku Using dari Banyuwangi.

Tradisi ini hanya dapat ditemukan di dua tempat. Desa Aliyan di Kecamatan Rogojampi menyebutnya Keboan, sedangkan Desa Alasmalang di Kecamatan Singojuruh mengenalnya dengan nama Kebo-keboan. Tradisi menarik ini juga hanya diselenggarakan setahun sekali di bulan Sura (Suro), bulan sakral dalam penanggalan Jawa yang juga bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Islam.

Upacara ini memang menyiratkan simbolisme akan sejumlah elemen penting dalam budaya Jawa seputar pertanian. Mulai dari benih padi, lahan sawah, hingga figur Dewi Sri. Namun yang paling menonjol dalam upacara ini tentu ada di penggambaran kerbau sebagai hewan sentral dalam pertanian, mulai dari masa tanam hingga panen tiba. Yang menjadi ciri khas dalam tradisi ini adalah penampilan sejumlah kerbau jadi-jadian, yaitu puluhan pria yang didandani dan bertingkah menyerupai seekor kerbau.

Tradisi ini konon telah ada selama ratusan tahun di Banyuwangi. Sejumlah cerita rakyat mengisahkan asal-usul yang dimulai dari wabah penyakit dan hama panen. Untuk mendapat solusi dari pandemik yang meresahkan ini, seorang tetua desa pergi bermeditasi (Buyut Wongso Kenongo dalam cerita versi Desa Aliyan, atau Buyut Karti dalam versi Desa Alasmalang).

Di versi Desa Aliyan, meditasi ini mengakibatkan seseorang yang tiba-tiba berguling-guling di persawahan layaknya seekor kerbau. Sedangkan menurut versi Desa Alasmalang, meditasi itu membuahkan wangsit yang mengimbau diadakannya suatu ritual untuk Dewi Sri sebagai dewi kesuburan dan kemakmuran.

Kebo-keboan dan Keboan melibatkan para pria yang didandani dengan tanduk dan kuping kerbau buatan. Lengkap dengan rambut yang terbuat dari tali rafia atau wig, dan kalung klonthong yang biasa digunakan sapi atau kerbau. Kemudian seluruh tubuh hingga wajah mereka dilumuri cairan hitam yang terbuat dari jelaga atau arang yang dicampur dengan minyak atau oli. Dilengkapi hanya dengan celana pendek berwarna hitam, sejumlah pria desa ini pun menjelma jadi manusia kerbau dengan sorot mata yang beringas, bagai sosok Minotaur dalam mitologi Yunani kuno.

Namun tidak semua warga bisa menjadi kebo. Di Desa Alasmalang, pemuka adat setempatlah yang menentukan siapa yang dapat berpartisipasi sebagai ‘manusia kerbau’. Sedangkan di Desa Aliyan, arwah leluhurlah yang dipercaya untuk menuntun keputusan ini. Seperti banyak tradisi serupa di Nusantara, Kebo-keboan dan Keboan memang sarat akan unsur mistik. Di mana para kebo yang in trance atau kerasukan merupakan bagian penting dari prosesi ini.

Seluruh penduduk desa bergotong royong sejak beberapa hari sebelum upacara ini dimulai. Selain mereka yang menjadi kebo, tradisi ini juga melibatkan partisipasi banyak orang untuk serangkaian proses upacara yang umumnya dilewati. Dimulai dengan pembuatan gapura yang terbuat dari bambu dan janur, yang dihias dengan sayur-mayur, buah-buahan, dan berbagai hasil bumi lainnya. Seluruh masyarakat juga bahu membahu menyiapkan tumpeng dan makanan lain yang akan dinikmati bersama dalam slametan atau kenduri.

Salah satu tahapan penting dari upacara adat ini adalah ider bumi, yaitu arak-arakan yang diikuti oleh para kebo beserta pawangnya, segenap barong, pemain angklung dan gamelan, serta seorang wanita yang menjadi representasi Dewi Sri. Ider bumi yang bermakna ‘mengelilingi bumi’ itu sendiri merupakan tradisi masyarakat suku Using untuk menjauhkan desa dari petaka, niat jahat, maupun gangguan makhluk gaib. Ider bumi umumnya dilakukan beramai-ramai dengan pembacaan berbagai doa sambil mengitari desa.

Yang menjadi panggung utama dari upacara ini adalah sebuah kubangan lumpur di atas lahan sawah yang sudah ditentukan. Di sinilah puluhan kebo beraksi menjaga lahan sawah mereka dengan bertingkah seperti kerbau yang menarik bajak. Umumnya tiap kebo ditemani seorang pawang yang menggiring mereka dengan tali. Di atas kubangan ini ditebar benih padi yang dipercaya dapat membawa keberuntungan dalam panen yang akan datang. Masyarakat sekitar akan mencoba untuk mengambil benih-benih tersebut, melewati para kebo yang menghalangi mereka dan siap menerjang mereka ke lumpur jika tertangkap.

Sebagai penutup keseluruhan upacara, pada malam harinya diadakan pertunjukan wayang Sri Mulih, lakon yang menceritakan kembalinya Dewi Sri yang membawa kesuburan di negerinya. Cerita Dewi Sri ini seolah menyempurnakan Kebo-keboan dan Keboan yang bukan sebatas tradisi penangkal bala, namun juga ungkapan syukur akan panen yang telah didapat dan pengharapan akan panen yang akan datang nantinya.

Ritual Keboan di Desa Aliyan dan Kebo-keboan di Desa Alasmalang terus hidup hingga saat ini, sebagai bentuk pelestarian budaya yang berkembang menjadi salah satu sajian dari banyaknya program pariwisata di Banyuwangi. Prosesinya selalu dipadati oleh ratusan masyarakat dan wisatawan yang ingin menyaksikan keseruan acara ini. Tanpa mengurangi kesakralan akan tradisi itu sendiri sebagai salah satu contoh kerekatan nilai budaya Indonesia dengan alamnya, dan cerminan akan nilai gotong royong yang masih sangat mengakar dalam masyarakatnya.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : Ayub Ardiyono

Nasi Tempong sudah menjadi primadona di Banyuwangi jika berbicara mengenai kuliner tradisional. Warung Nasi Tempong Mbok Wah yang berlokasi di daerah Kampung Bakungan, Glagah ini menawarkan hidangan nasi tempong dengan sambal khasnya yang sangat nikmat dan menggoda selera. Selain itu tempat ini juga menyajikan berbagai macam lauk pauk untuk menambah kenikmatan dalam sepiring nasi tempong.

Artikel : Ayub Ardiyono

 

 

Tidak perlu bingung jika ingin menikmati berbagai macam makanan autentik Banyuwangi, karena Travelers bisa mengunjungi Warung Kamarang yang berlokasi di Desa Kemiren, Banyuwangi. Selain makanan yang khas, Warung Kemarang juga menawarkan pemandangan persawahan khas pedesaan yang luar biasa, ditambah dengan alunan Angklung Paglak yang sangat damai. Pastikan Travelers singgah untuk menikmati sensasi tradisional Banyuwangi di Warung Kemarang!

Artikel : Ayub Ardiyono

 

  • Lokasi

    Jl. Perkebunan Kalibendo, KM. 5, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, Dusun Wonosari, Taman Suruh, Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 68432.

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari mulai pukul 07.00 – 21.00 WIB

  • Hubungi

    (0333) 338 5607

 

Banyuwangi kini mempunyai tempat-tempat asyik yang semakin menjamur, salah satunya adalah Kafe Sun Osing yang bisa dikatakan tempat baru namun sudah mampu menyediakan suasana dan berbagai olahan sedap khas Banyuwangi yang akan menjadi kesan indah pertama Travelers ketika datang di Bumi Blambangan. Selain kopinya yang nikmat, makanan yang dihidangkan pun tidak kalah lezat. Di sini juga terdapat toko oleh-oleh Banyuwangi dengan pilihan yang beragam dan harga yang terjangkau. Lokasi Kafe Sun Osing yang hanya beberapa puluh meter dari Bandar Udara Blimbingsari, pantas menjadi tujuan utama setibanya Travelers di Banyuwangi atau menjadi tempat persinggahan terakhir sebelum meninggalkan Banyuwangi.

Artikel : Ayub Ardiyono

 

  • Lokasi

    Jl. Brawijaya No.67, Kebalenan, Bakungan, Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 68431.

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari mulai dari pukul 09.00 – 22.00 WIB

  • Hubungi

    0896-7718-6470

 

 

Hotel dengan paduan budaya, kenyamanan dan keramahan pelayanan.

Illira Hotel Banyuwangi merupakan salah satu hotel berbintang empat yang memiliki 137 kamar dengan empat tipe, yaitu ; Eager Room sebanyak 104 kamar, Adorable Room sebanyak 29 kamar, Fabulous Room sebanyak 02 kamar dan tipe tertinggi yaitu Illira Suite Room sebanyak 02 kamar.

Konsep dan arsitektur dari seluruh sisi Illira hotel merupakan perpaduan yang sempurna antara modern dan Banyuwangi culture, sehingga banyak sekali ornamen-ornamen khas Banyuwangi yang ditata nan apik di hotel ini. Fasilitas yang lengkap dan pelayanan yang prima merupakan komitmen Illira Hotel untuk menjadi hotel yang terdepan di Banyuwangi.

Blue Fire Sky Lounge merupakan Sky Lounge pertama di Banyuwangi yang menyuguhkan pemandangan 360 derajat ke Selat Bali dan kota Banyuwangi, berada di ketinggian lantai 11 tempat ini sangat cocok digunakan untuk tempat bersantai dan menghabiskan malam bersama keluarga, teman, kolega maupun pasangan. Blue Fire Sky Lounge buka dari pukul 17.00 WIB – 24.00 WIB, Special Live Music Performance bisa dinikmati setiap Jumat malam. Design tempat yang minimalis dan penyajian makanan serta minuman yang spesial akan membuat Anda merasa ingin berlama-lama di salah satu fasilitas unggulan dari Illira Hotel Banyuwangi ini.

Selain Blue Fire Sky Lounge fasilitas yang tidak kalah menarik ada di Lantai 3 yaitu Spice Restaurant dan Splash Pool. Spice Restaurant dengan keunggulan jam operasional selama 24 jam bisa menjadi alternatif pilihan untuk memudahkan tamu, baik tamu Inhouse maupun Outsider. Design restaurant yang cukup unik menggunakan ornamen-ornamen khas Banyuwangi yang belum banyak diketahui oleh masyarakat umum, bisa dilihat dari langit-langit yang terdapat di area indoor Spice Restaurant merupakan representative Cingkek.

Cingkek yaitu sebuah alat yang biasa digunakan masyarakat asli Banyuwangi untuk mengangkut rumput sebagai makanan hewan ternak. Sebagian dinding yang terdapat di area Spice Restaurant juga mengadopsi salah satu motif batik khas Banyuwangi yaitu Batik Paras Gempal, serta anyaman-anyaman bambu di tempat buffet makanan membuat Spice Restaurant semakin terlihat elegan untuk tempat makan pagi, makan siang maupun makan malam.

Saat Anda melangkah keluar dari lift menuju Restaurant, Anda akan disambut oleh kolam renang yang kita sebut Splash Pool dengan pemandangan Selat Bali yang spektakuler. Splash pool beroperasi dari pukul 06.00 WIB – 20.00 WIB. Dilengkapi dengan fasilitas penyewaan Bean Bag agar pengunjung bisa lebih relaxe sambil mengapung di atas kolam. Tidak perlu khawatir, karena Splash Pool juga memiliki paket berenang yang memfasilitasi untuk tamu outsider, paket tersebut sudah dilengkapi dengan pilihan menu makanan dan minuman yang telah disediakan.

Dan yang tak kalah menarik adalah fasilitas Poetry Ayoe SPA yang siap memanjakan pengunjung dengan berbagai pilihan treatment di antaranya Body Massage, Body Treatment, Ritual Traditional Asian Spa dan Beauty Salon. Poetry Ayoe SPA berada di lantai 2 dan beroperasional mulai pukul 10.00 WIB – 24.00 WIB.

  • ILLIRA Hotel Banyuwangi

    Jl. Yos Sudarso No.81-83, Lingkungan Sukowidi, Klatak, Kec. Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 68421.

  • (0333) 338 4888