Saat memasuki masa panen, masyarakat lokal wajib mengucap syukur kepada para leluhur dan dengan diiringi sebuah tarian yang dilakukan dengan tujuan menunjukan keceriaan setelah panen yang mereka tunggu akhirnya tiba dan membuahkan hasil. Tarian ini umumnya ditemukan di lingkungan masyarakat di Pulau Letti.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : Istimewa

Memintal Kemewahan dari Kesederhanaan

Seperti dalam banyak suku bangsa lainnya di tanah air, peran kain di Maluku Barat Daya bukan hanya sekedar untuk pakaian sehari-hari. Tenun Adat di Maluku merupakan suatu simbol kehormatan sekaligus identitas yang telah mendarah daging. Sebut saja tenun Senikir yang merupakan elemen penting dalam acara adat seperti penyematan gelar atas tokoh terhormat. Di Pulau Moa, acara-acara adat seperti proses penyematan tamu atau tokoh terhormat, berlangsung dengan tenun khas yang dipercaya sebagai peninggalan leluhur yang turun temurun di gunakan dalam acara adat maupun kenegaraan.

Lebih dari itu, tenun Maluku adalah cerminan dedikasi masyarakat Maluku dalam meneruskan proses pelestarian tradisi nenek moyang yang berawal sejak ratusan tahun yang lalu dan berlanjut hingga saat ini. Tenun ikat di Maluku Barat Daya berperan sebagai tiang di banyak aspek keseharian penduduknya. Sebagai penyelimut jenazah, ia menjadi doa akan ketenangan. Sebagai mahar pengantin, ia menjadi bentuk harapan akan kebahagiaan berumah tangga. Semua itu diawali dari dedikasi para ibu di gubuk-gubuk kecil di Maluku, seolah memintal helai demi helai doa untuk keluarganya.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy

Membentengi Kehancuran Dewala di Pulau Lakor

Sebagai kepulauan yang disinggahi banyak peradaban seiring berjalannya waktu, Indonesia memiliki banyak sekali peninggalan bersejarah yang masih belum diketahui orang, salah satunya adalah dewala di Maluku Barat Daya. Dewala adalah sebutan masyarakat bagi susunan batu yang membentengi penduduk kampung dari serangan musuh. Dewala yang juga dapat diartikan sebagai dinding ini tersebar di banyak titik di Kepulauan Maluku Barat Daya dengan berbagai ukuran dan desain. Salah satunya terdapat di Desa Sera, Pulau Lakor. Tidak ada yang tahu pasti kapan dewala di Desa Sera yang diperkirakan berusia ratusan tahun ini dibangun. Walau arsitekturnya amat sederhana, dengan gerbang yang bertopang pada pohon akasia, kekokohan benteng dewala ini tetap terjaga.

Masih di Pulau Lakor, tepatnya di Desa Lolotuara ada juga Dewala berbentuk perahu dengan luas lebih dari 100 meter persegi. Dilengkapi dengan tiga pintu di tiap bagian dan lubang untuk mengintai musuh. Bentuknya yang menyerupai perahu konon adalah berkat leluhur setempat yang mengenang akan masa perantauannya selama di laut. Demi mempertahankan bukti sejarah panjang Indonesia, marilah sama-sama kita lestarikan dan pelajari lebih dalam peninggalan nenek moyang seperti Dewala yang mencerminkan kegigihan masyarakat Maluku Barat Daya dalam mempertahankan kampung tercinta.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy

Sejak jaman kolonialisme, Kepulauan Maluku yang kaya akan rempah telah dilirik oleh bangsa di Eropa yang ingin menguasai atau menyebarkan agama Kristen dan Katolik di Asia Tenggara. Dimulai dari 1522, bangsa Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris berlomba-lomba membangun pengaruh mereka di perairan Laut Banda dan sekitarnya. Silih berganti mereka membangun dan menghancurkan satu sama lain. Dan hingga hari ini, terdapat beberapa bangunan yang menjadi saksi sejarah kedudukan Eropa di Maluku Barat Daya yang dapat kita lihat untuk dipelajari dan kagumi sebagai bagian dari cerita panjang sejarah Tanah Air tercinta.


Gereja Tua Patti

Gereja yang terletak di Desa Patti, Pulau Moa ini merupakan peninggalan Belanda yang masih berdiri tegak sejak pem- bangunannya pada 1625. Bangunannya terbuat dari kayu jati, dengan dinding yang terbuat dari campuran kapur dan putih telur setebal 1 hasta. Gereja Patti di- hiasi dengan 12 tiang dan jendela, sebagai pengingat akan 12 murid Yesus. Di sekitar bangunan dihiasi berbagai monumen yang didedikasikan untuk para pendeta yang dihormati.


Benteng Delfshaven

Benteng yang dibangun di tahun 1664 ini diresmikan oleh VOC pada 11 Juli 1665 sebagai pusat pemerintahan VOC di Pulau Kisar. Benteng ini berlokasi di Desa Kotalama, sekitar 1 kilometer dari Kota Wonreli.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy

Sepenggal Tanah Suci di Pulau Letti

Di Pulau Letti, pohon ara tumbuh dengan kokoh. Pohon ara (fig, dalam bahasa Inggris) merupakan sebuah pohon yang mendapat tempat istimewa dalam banyak sejarah dan mitologi dunia. Pohon yang umumnya dijumpai di Timur Tengah dan Asia Barat ini ternyata juga tumbuh di beberapa pulau di Maluku Barat Daya. Pohon ini menjadi pohon spesial terutama karena penyebutannya dalam banyak manuskrip keagamaan seperti dalam Kitab Injil.

Dalam Injil Matius dan Injil Markus, pohon ara disebut sebagai tempat dimana Yesus menunjukkan mukjizatnya untuk membuat pohon tersebut menjadi tidak berbuah. Di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Nasrani, keberadaan pohon ara di Maluku Barat Daya dianggap sebagai suatu bentuk keberkatan, dengan warga setempat yang memelihara kelangsungan hidup pohon ara yang tumbuh di desanya dengan sepenuh hati. Bagi Anda yang beragama Nasrani, variasi kunjungan di Maluku Barat Daya dapat ditambah dengan penghayatan wisata rohani bagaikan berada di tanah suci lewat pohon-pohon ara.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy