Raungan Sang Dewa Angin

Gunung Raung adalah stratovolcano atau gunung api kerucut yang terbaring di antara tiga kabupaten di Jawa Timur: Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi. Gunung api dengan empat puncak ini menjulang sebagai titik tertinggi di rantai Pegunungan Ijen. Ketinggiannya bahkan membuatnya terlihat dari beberapa bagian di Pulau Bali.

Dengan letusan terakhirnya di tahun 2015 silam, Gunung Raung memang termasuk ke dalam daftar gunung api yang paling aktif di Nusantara. Bahkan dalam sejarahnya, tidak jarang gunung ini ‘meraungkan’ kedahsyatannya hingga memakan korban jiwa.

Gunung Raung yang juga menjadi salah satu gunung tertinggi di Jawa Timur ini berdiri sebagai kekayaan alam dengan potensi wisata yang menawarkan pesona keindahan berikut tantangannya tersendiri. Pendakian Gunung Raung mengundang minat para petualang dan pecinta alam dari seluruh Indonesia, walau pendakiannya juga disebut sebagai salah satu pendakian gunung yang paling ekstrem di Pulau Jawa.

Petualangan mendaki Gunung Raung dapat ditempuh lewat dua jalur pendakian yaitu jalur Sumber Waringin via Bondowoso atau Kalibiru via Banyuwangi. Pendakiannya rata-rata membutuhkan waktu 3-5 hari. Seperti aktivitas pendakian gunung lainnya, seluruh pendaki diharuskan untuk menyiapkan surat keterangan sehat, mendaftar dan membayar tarif terlebih dahulu. Para pendaki juga disarankan untuk menyewa jasa porter untuk memandu, mempermudah dan membantu menjaga keselamatan selama pendakian, mengingat beratnya medan yang akan ditempuh selama pendakian.

Travelers akan melewati sejumlah pos pendakian yang memiliki nama yang unik serta cerita yang seru dibalik penamaannya. Dan seperti banyak bentang alam lain di seluruh Indonesia, Gunung Raung tentu tidak lepas dari sejumlah mitos dan cerita yang berbau mistik. Sebut saja Pos Pondok Demit, yang menurut mitos setempat merupakan pasar bagi para makhluk gaib.

Ada juga Pos Mayit, yang konon pada zaman penjajahan sempat ditemukan jenazah seorang Belanda yang tergantung di salah satu pohonnya. Pos Angin, salah satu pos terakhir sebelum menuju puncak, dipercaya sebagai bekas lokasi Kerajaan Macan Putih yang misterius dan menyimpan gerbang rahasia menuju dimensi lain.

Puncak Sejati sebagai titik tertinggi dari Gunung Raung memang menawarkan panorama istimewa akan kaldera keringnya. Bagai mulut raksasa yang menganga dan terus mengeluarkan asap putih serta gemuruh suara yang mengagumkan. Untuk mencapainya dibutuhkan pemahaman serta perlengkapan climbing.

Puncak Gunung Raung memang dipenuhi bongkahan batu-batu besar yang berserakan dan menjadi panorama yang mencolok. Pengalaman memuncak di Gunung Raung akan dipenuhi dengan tantangan memanjat batu hingga menelusuri jalan kecil dengan jurang nan curam di kanan dan kirinya.

Di puncak, kuatnya hembusan angin memang terdengar bagai raungan sang dewa di telinga. Angin yang bertiup amat kencang kadang mengharuskan pendaki untuk duduk agar tidak kehilangan keseimbangan hingga terjatuh ke dasar jurang.

Gunung Raung senantiasa menarik minat banyak para petualang pemberani untuk bisa menginjakkan kaki di puncaknya. Selain kesiapan yang matang dan fisik yang memungkinkan, menaklukkan Gunung Raung hingga puncak tertingginya jelas membutuhkan tekad, kalau bukan kenekatan. Para pendaki juga harus memiliki konsentrasi dan kewaspadaan penuh selama proses memuncak.

Hanya jerih payah, niat dan keberanian para pendakilah yang dapat menikmati pesona dari Puncak Sejati. Dengan megahnya view kaldera kering terbesar kedua di Indonesia, sambil menghirup nafas segar di antara angin puncak yang bertiup kencang.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : Rizal Agustin

Semakin Mudah Menuju Kaldera

Sebutan kawah memberikan kesan yang mendalam ketika berkunjung ke Kawah Ijen. Kawah Ijen merupakan danau kawah yang bersifat asam yang berada di Gunung Ijen. Ijen memiliki ketinggian 2.386 mdpl dengan luas kawah 5.466 ha disertai dengan kedalaman kawah yaitu 200 m.

Dimulai dari pukul 01:00 WIB, area parkir yang berada di bawah kaki Gunung Ijen sudah dipadati oleh kendaraan bermotor yang mengantarkan wisatawan domestik maupun mancanegara. Pendakian yang diawali dengan dataran yang landai melewati barisan pepohonan, kemudian mulai menanjak di pertengahan, lalu jalur mulai berliku nan landai turut menghantar pengunjung hingga ke kaldera.

Aroma belerang serta pijakan berbatu menjadi pertanda bahwa pengunjung sudah tiba di bibir Kawah Ijen. Masing-masing pengunjung sudah diberikan masker khusus yang harus dipakai selama berada di kawasan Kawah Ijen. Masker ini diberikan sebagai antisipasi agar pengunjung terhindar dari bahaya gas beracun.

Medan pendakian di Ijen tergolong mudah meskipun bagi pendaki pemula. Jadi Travelers tidak perlu khawatir jika baru pertama kali ingin mencoba naik gunung, Ijen bisa menjadi salah satu pilihannya. Waktu terbaik untuk mengunjungi Ijen yaitu pada saat musim kemarau yakni di bulan Juli-September. Dikarenakan, kontur medan pendakian saat musim kemarau lebih kering sehingga lebih aman untuk dilalui.

Selain itu jika datang pada musim kemarau, para pengunjung akan menikmati fenomena keindahan blue fire yang hanya terdapat di dua tempat di dunia. Blue fire yang pertama berada di Islandia, sedangkan yang kedua berada di Ijen.

Blue fire terbentuk karena adanya reaksi dari gas bumi yang berasal dari kawah bertemu dengan suhu udara di Ijen yang dapat menembus hingga lebih dari 200°C sehingga membentuk kepulan asap yang mengeluarkan warna biru. Waktu yang tepat untuk melihat blue fire ialah sekitar pukul 02:00-04:00 WIB. Pastikan Travelers sudah berada di bibir kawah sebelum pukul 02:00 WIB sehingga tidak melewatkan fenomena alam vulkanologi itu.

Jelang fajar, sinar mentari pagi yang begitu hangat mulai melawan hawa dingin yang ada di Kawah Ijen. Semakin tampak dinding bongkahan belerang berwarna kuning muda yang cantik selaras dengan warna toska yang dipancarkan danau Ijen.

Melalui bukunya yang berjudul À l’assaut des volcans, Islande, Indonésie pada tahun 1975, Maurice Kraft dan Katia Kraft memperkenalkan Ijen ke dunia internasional khususnya Eropa. Tidak heran jika banyak wisatawan mancanegara yang datang ke Ijen berasal dari Eropa khususnya dari Perancis.

Kawah Ijen terletak di perbatasan, sehingga untuk menuju ke sana bisa menggunakan dua rute yaitu Banyuwangi dan Bondowoso. Para pengunjung lebih banyak yang memilih rute Banyuwangi karena jaraknya lebih dekat dibandingkan dengan rute Bondowoso. Tetapi jika Travelers memilih rute Bondowoso, keuntungannya ialah wisatawan bisa melewati beberapa destinasi lainnya seperti pemandian air panas Blawan, agrowisata kopi, Bukit Megasari dan Kawah Wurung.

Perjalanan menuju Kawah Ijen dari pintu masuk Pos Paltuding menghabiskan waktu 1-3 jam tergantung dari kemampuan masing-masing pendaki. Harga tiket masuk bagi wisatawan domestik per orang yaitu Rp 5.000 (hari biasa) dan Rp 7.500 (hari libur). Sedangkan untuk wisatawan mancanegara yaitu Rp 100.000 (hari biasa) dan Rp 150.000 (hari libur).

Penginapan yang berada di sekitar Ijen pun beragam, dari hostel, hotel maupun resort. Kisaran harga penginapan dimulai dari Rp 80.000 – Rp 1.000.000/malam. Dikarenakan sering terjadinya kecelakaan di sepanjang jalan menuju Kawah Ijen, pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menghimbau agar pengunjung tidak menggunakan sepeda motor matic saat berkunjung ke Kawah Ijen.

Kabar baiknya, pemerintah menyediakan angkutan gratis menuju kawasan wisata Banyuwangi seperti Kawah Ijen, Taman Nasional Baluran, Pantai Pulau Merah dan Wisata Alam Glenmore. Wisatawan dapat mendaftar ke www.banyuwangitourism/jalanjalan.com untuk mendapatkan tiket angkutan gratis. Tiket gratis ini hanya berlaku untuk angkutan kendaraan saja, sedangkan tiket masuk wisata dan konsumsi ditanggung oleh masing-masing wisatawan.

Aksesnya yang bisa dilalui dari Pelabuhan Ketapang, memungkinkan para wisatawan yang sedang berlibur di Bali juga kerap kali mengunjungi Kawah Ijen sebagai salah satu tujuan destinasi di Banyuwangi. Beberapa penginapan di sekitar Ijen dan Banyuwangi pun sudah bekerja sama dengan tur perjalanan setempat yang mengantar pengunjung ke Kawah Ijen. Jadi Travelers tidak perlu khawatir mencari tur ke Kawah Ijen. Paket yang ditawarkan juga beragam, dari mulai paket yang sudah termasuk dengan pemandu lokal sampai dengan paket yang sudah termasuk makan siang.

Pada dasarnya, sekarang ini akses menuju Ijen sudah semakin membaik. Beberapa agen perjalanan pun sudah membuka open trip, group trip dan private trip ke sana. Jika sudah berada di dalam kota Banyuwangi, bisa melanjutkan dengan menyewa mobil hingga ke desa terdekat di Ijen seperti Desa Licin ataupun Desa Glagah.

Pihak penginapan biasanya menyediakan penjemputan dari/ke bandara, stasiun maupun pelabuhan dengan biaya tambahan yang masih terjangkau. Bahkan beberapa penginapan di antaranya sudah menyediakan fasilitas tersebut secara gratis. Jika Travelers memilih untuk menggunakan pesawat, silahkan memilih untuk turun di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Tapi jika menggunakan kereta api, Travelers bisa memilih tujuan pemberhentian di Stasiun Karang Asem.

Selain bisa menikmati sunrise dari puncak Ijen, pengunjung bisa melihat sejumlah gunung seperti Gunung Merapi, Gunung Raung, Gunung Suket, Gunung Meranti dan Gunung Rante. Di samping menjadi destinasi wisata, Ijen merupakan tempat mata pencaharian bagi para penambang belerang.

Dalam satu hari, penambang belerang dapat mengangkut belerang sekitar 100 kg. Penambang menghabiskan 9-12 jam dalam sehari untuk membawa belerang dari Ijen menembus asap belerang di kawah Ijen. Tidak heran jika kita hendak trekking turun kembali, pasti akan berpapasan dengan para penambang belerang yang mengangkut belerang. Jika pada saat trekking naik, kita tidak bisa melihat apa-apa karena gelap, lain halnya saat kita hendak turun. Mata Travelers akan langsung dimanjakan oleh hamparan hijau pepohonan yang membentang di sepanjang perjalanan.

Sejak maraknya media sosial, pengunjung Kawah Ijen pun meningkat setiap harinya. PT Angkasa Pura mencatat adanya kenaikan jumlah penumpang di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi sebanyak 92% selama tahun 2018. Maka dari itu rencananya di tahun 2019 ini, sistem pemesanan tiket akan diberlakukan secara online demi mencegah jumlah pengunjung yang membeludak.

Cara pemesanan menyerupai pemesanan tiket kereta ataupun pesawat seperti biasanya. Apabila dalam satu hari kuota sudah terpenuhi, calon pengunjung bisa memilih berkunjung di hari lainnya. Saat ini, Kawah Ijen sudah memberlakukan penutupan setiap hari Jumat di minggu pertama setiap bulan. Diharapkan dengan adanya penerapan sistem online dan penutupan reguler setiap awal bulan ini, keindahan serta kebersihan Kawah Ijen akan semakin terjaga dengan baik.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy, Adipati Dolken, Valentin Geiß

  • Catatan

    Pendakian ke Kawah Ijen biasanya dimulai di tengah malam agar dapat menyaksikan blue fire saat dini hari, waktu terbaik untuk mengamati fenomena alam yang langka ini.


Tenteram Teduh Trembesi

Hutan memang selalu menjadi bagian dari keindahan panorama Nusantara dengan berbagai jenis flora yang menarik lagi cantik untuk diamati. Apalagi sebagai Zamrud Khatulistiwa. Dengan kombinasi tanah vulkanik, hembusan angin laut, dan sinar matahari tropisnya, Indonesia mampu menunjang begitu banyak jenis kehidupan. Salah satu bentuk keanekaragaman hayati Indonesia terpancar di De Djawatan dengan pohon-pohon trembesinya yang mengundang khayal kita karena bentuknya yang unik.

Di Pulau Jawa ada beberapa hutan yang berada di bawah pengawasan Perhutani, salah satunya ialah Hutan De Djawatan. Djawatan menjadi rumah bagi rimbunan pohon trembesi yang hidup di dalamnya. Memiliki nama binomial yaitu Albizia saman, pohon trembesi berkemampuan untuk menyerap air tanah yang kuat. Pohon hujan, ki hujan atau trembesi merupakan pohon besar yang terkenal sebagai pohon peneduh.

Terletak di Desa Benculuk, Kecamatan Cluring, yang berjarak 45 km atau sekitar 1 jam dari kota Banyuwangi. Hadirnya Djawatan, menambah makin besarnya potensi wisata yang ada di Banyuwangi. Konon Djawatan dikenal dengan nama Tapal Pelas (TP) yang berfungsi sebagai tempat penimbunan kayu berkualitas. Lalu sempat terlupakan karena adanya penjarahan kayu jati besar-besaran pada tahun 1970. Tetapi sekarang, Djawatan telah menjadi salah satu destinasi wisata yang sayang untuk dilewatkan.

Sinar fajar yang lembut di pagi hari menembus ranting-ranting kokoh pohon trembesi turut menyambut kedatangan Travelers di Djawatan. Dilihat dari volume yang ada, diperkirakan pohon-pohon trembesi ini telah berusia selama ratusan tahun.

Djawatan yang disinyalir mirip dengan Hutan Fangorn yang ada di film The Lord of The Rings, menjadi destinasi baru bagi wisatawan khususnya para fotografer. Tidak hanya untuk mengambil gambar panorama semata, beberapa juga mengabadikan momen pre-wedding di sini atau sekedar foto bersama pasangan, teman dan keluarga.

Tekstur ranting yang seakan menari dengan gerakan yang dinamis, menyisakan sedikit ruang untuk masuknya sinar matahari menjadi pelengkap lanskap yang mengagumkan. Akses yang mudah dijangkau karena masih berada di dekat perkotaan menjadi alasan yang tepat untuk berkunjung.

Jika Travelers berasal dari luar kota, pilihan transportasi umum yang mudah dijangkau ialah dengan menggunakan kereta api. Travelers bisa memilih untuk turun di dua stasiun yakni Stasiun Rogojampi dan Stasiun Banyuwangi. Dari dua stasiun tersebut, Travelers bisa menggunakan angkutan umum untuk menuju pertigaan lampu merah Benculuk dengan biaya Rp 20.000. Setelah sampai di pertigaan, Travelers bisa melanjutkan hanya dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 100 meter menuju pintu masuk Djawatan.

Fasilitas seperti lapangan sepak bola, voli, karate, lapangan tenis, musala, kantin dan toilet pun sudah tersedia. Cukup dengan membeli tiket masuk Rp 3.000/orang, tiket parkir Rp 2.000/orang, Travelers sudah bisa menikmati lanskap pohon trembesi yang eksotik dilengkapi dengan harmonisasi suara burung yang bersahutan.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy

Potret Permai Dalam Berbagai Warna

Tak lengkap rasanya jika destinasi pariwisata tanpa adanya hamparan pasir pantai yang membentang luas. Beberapa akses yang masih sulit dijangkau menjadikan pantai-pantai yang ada di Banyuwangi menjadi surga tersembunyi yang layak untuk dikunjungi. Berikut pantai-pantai yang memiliki nama identik dengan dominasi warna yang ada di pantai tersebut.

Pulau Merah

Terletak di Kecamatan Pesanggaran, dengan jarak 69 km atau sekitar 2 jam perjalanan dari Banyuwangi dengan kendaraan pribadi. Ikon yang menjadi daya tarik di tempat ini ialah bukit yang berada di tengah laut. Asal usul nama Pulau Merah diambil dari bukit yang memiliki dasar tanah yang berwarna merah ini.

Faktanya, karena tertutup oleh pepohonan maka yang tampak dari jauh ialah bukit dengan warna kehijauan. Dari puncak bukit, Travelers dapat menikmati keindahan laut bertemu dengan pantulan cahaya senja yang terbenam di permukaan laut.

Di tempat ini Travelers juga bisa berselancar. Ombak yang tidak terlalu tinggi yaitu sekitar 2-4 m membuatnya tepat untuk surfer pemula. Tersedia juga tempat penyewaan papan selancar serta alat snorkel jika ingin melihat keindahan biota laut.

Nah, untuk akomodasi, di sini juga tersedia beberapa pilihan tempat menginap seperti hostel, homestay, hotel dan resort. Travelers bisa memanfaatkan transportasi gratis dari pemerintah Banyuwangi dengan mendaftarkan diri di www.banyuwangitourism/jalanjalan.com. Alternatif lainnya ialah menggunakan angkutan umum menuju Pesanggaran dari Banyuwangi yang dilanjutkan dengan menggunakan ojek ke Pulau Merah.


Teluk Hijau

Terletak di Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, teluk ini berada di dalam kawasan TN Meru Betiri yang berjarak sekitar 28 km dari Pantai Pulau Merah. Keunikan dari Teluk Hijau ialah airnya yang berwarna hijau. Akses menuju ke sini masih berbatu. Disarankan untuk menggunakan kendaraan yang sesuai jika hendak ke sini. Pastikan menggunakan alas kaki yang sesuai seperti sepatu olahraga atau sandal gunung karena jalurnya cukup menantang.

Tidak jauh dari Teluk Hijau terdapat air terjun setinggi 8 m. Kesegaran alami saat berada di bawah air terjun ini mampu menghilangkan keletihan setelah trekking menuju Teluk Hijau atau setelah puas bermain air laut. Suara angin sepoi-sepoi, debur gulungan ombak yang menghantam bibir pantai menjadi relaksasi yang disuguhkan Teluk Hijau. Jika berkunjung saat weekdays, Travelers bisa menikmati tempat ini layaknya teluk pribadi karena belum banyak pengunjung yang singgah dikarenakan aksesnya yang masih sulit.


Teluk Biru

Bagi Travelers yang hobi menyelam, Teluk Biru merupakan destinasi yang cocok untuk dikunjungi. Warna air yang kebiru-biruan didukung oleh pesona keindahan terumbu karang menambah kian eksotik pantai yang bisa diakses dengan perahu nelayan dari pelabuhan ikan Desa Muncar. Dengan biaya berkisar dari Rp 300.000 – Rp 500.000, Travelers bisa menyewa perahu hingga tiba di Teluk Biru. Lokasinya yang hanya bisa diakses melalui laut, menjadikan tempat ini sangat istimewa bagi yang ingin rehat sejenak dari kebisingan ibu kota. Perjalanan yang menempuh waktu selama 2,5 jam akan terbayar begitu melihat kejernihan air berwarna biru dengan latar belakang barisan pepohonan TN Alas Purwo.

Jika hendak bertandang, ada baiknya menyebutkan nama Pantai Senggrong, karena nama Teluk Biru memang belum akrab bagi warga setempat. Selain menyelam, aktivitas lainnya yang bisa dilakukan yaitu bersnorkel, ski air, canoing dan memancing. Waktu terbaik mengunjungi Teluk Biru yaitu di bulan Oktober-Mei. Usahakan sudah menyeberang dari pagi hari untuk menghindari ombak yang terlalu besar di siang hari. Jika beruntung, wisatawan bisa menjumpai whale shark yang sedang mencari makan di area Teluk Biru.

Selain itu,Teluk Biru juga merupakan tempat untuk transplantasi terumbu karang, penanaman hutan mangrove dan penambahan fish apartment yang digagas langsung oleh Komunitas Gemuruh (Gerakan Muncar Rumahku). Adanya gerakan ini menjadi motivasi bagi para masyarakat setempat untuk menjaga kelestarian dan kualitas lingkungan yang ada di Teluk Biru.


Wedi Ireng

Berada di satu jalur dengan Pulau Merah, Wedi Ireng berjarak 65 km dari Banyuwangi yang bisa ditempuh dengan waktu 2-3 jam perjalanan menuju arah Dusun Pancer. Sebenarnya tidak sulit untuk mencapai Wedi Ireng, tapi pengunjung membutuhkan sedikit perjuangan ekstra untuk menuju ke sana. Begitu tiba di Dusun Pancer, bisa mendaki bukit ataupun memilih untuk menyewa perahu nelayan sekitar 30 menit perjalanan menuju Pantai Wedi Ireng.

Bagi pecinta petualangan, jalur melewati hutan dan menuruni bukit terjal menjadi aktivitas yang menantang. Dianjurkan untuk menyeberangi muara terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan menelusuri jalan setapak yang ada di sebelah barat atau sebelah kanan. Jalur yang akan dilalui merupakan track curam dengan tingkat kemiringan 80 derajat dengan waktu tempuh sekitar 30 menit melewati rimbunan pepohonan serta semak belukar.

Meninjau dari letak geografisnya, Wedi Ireng diapit oleh Pulau Merah dan Teluk Hijau. Asal nama pantai ini diambil dari bahasa jawa wedi yang artinya pasir, dan ireng berarti hitam. Keunikan pantai ini terletak pada warna pasirnya. Di balik hamparan pasir putihnya, akan ditemukan butiran berwarna hitam di dalamnya. Itu yang menjadi alasan pantai ini dinamakan Pantai Wedi Ireng. Meskipun terpencil, namun fasilitas di sana cukup memadai seperti toilet, penginapan dan tempat penyewaan alat snorkel juga sudah tersedia. Tidak jauh dari Wedi Ireng, terdapat juga Air Terjun Plosoan yang berjarak sekitar 1 km dari bibir pantai. Warna batu kehijauan menjadi daya tarik wisatawan yang hendak mengunjungi air terjun yang dapat dijangkau dengan menelusuri semak belukar serta menyeberangi anak sungai.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy, Ayub Ardiyono

  • Catatan

    Keterbatasan infrastruktur men­jadikan beberapa pantai cenderung jarang dilirik wisatawan. Hal yang juga menjadikan keasrian dan nuansa alami dari pantai-pantai ini masih terjaga dengan baik.


    • Lokasi : Dusun Pancer, Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi Regency, East Java 68488
    • Jam Operasional : Buka 24 jam setiap hari (senin – minggu)
    • Lokasi : Sengrong, Purworejo Alas Purwo National Park Purworejo Purworejo, Purworejo, Kalipait, Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 68484
    • Jam Operasional : Buka 24 jam setiap hari (senin – minggu)
    • Website : pantaitelukbiru.business.site
    • Lokasi : Dusun Pancer, Sumberagung, Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 68488
    • Jam Operasional : Buka 24 jam setiap hari (senin – minggu)

Kesejukan di Kaki Gunung

Fakta bahwa Banyuwangi diapit oleh beberapa gunung, menganugerahi Banyuwangi dengan sejumlah air terjun yang bisa dinikmati. Salah satunya ialah Air Terjun Telunjuk Dewa Raung yang berada di kaki Gunung Raung, Jawa Timur.

Berada di Desa Sumber Arum, Kecamatan Songgon, air terjun dengan ketinggian 20 m ini dapat menjadi destinasi pilihan jika berkunjung ke Banyuwangi. Berjarak sekitar 40 km dari Kota Banyuwangi atau sekitar 1,5 jam perjalanan, Travelers dapat membeli tiket di loket masuk yang sudah dibuka mulai dari pukul 06:00 -18:00 dengan biaya sebesar Rp 5.000 per orang.

Untuk saat ini, akses menuju ke Air Terjun Telunjuk Dewa Raung baru bisa dilalui dengan menggunakan kendaraan pribadi. Dari Kota Banyuwangi, bisa memilih jalur menuju Rogojampi lalu melanjutkan ke arah Pasar Songgon. Setibanya di Pasar Songgon, Travelers bisa memilih jalur menuju ke Sragi dan mengarah ke Dusun Pasar dan Air Terjun Temcor. Dari situ Travelers sudah bisa mengikuti petunjuk yang mengarah ke Air Terjun Telunjuk Dewa Raung sambil menikmati perkebunan cengkeh hingga ke area parkir. Dari area parkir, Travelers akan melalui jalan setapak menuju Air Terjun Telunjuk Dewa Raung. Namun, tidak perlu khawatir karena jalan setapak yang akan Travelers lalui sudah disemen dan juga terdapat petunjuk arah yang jelas.

Hamparan tanaman selada air yang bertumbuh subur di pinggiran sungai akan memanjakan mata Travelers sepanjang jalan. Kawasan air terjun yang masih dilingkupi oleh pepohonan serta bebatuan hitam yang dialiri air, menambah keasrian dan membuat Travelers betah bersantai di sini. Sebuah pengalaman yang langka terutama untuk Travelers yang tinggal di kota besar.

Disarankan untuk datang saat pagi hari, sehingga Travelers masih memiliki banyak waktu untuk bersantai di tengah rimbunan pohon diiringi gemuruh air terjun yang menyegarkan. Dinamakan ‘telunjuk’ karena bentuknya yang menyerupai jari telunjuk. Sedangkan Raung diambil karena lokasi air terjun yang berada di kaki Gunung Raung.

Terdapat kolam alami berwarna biru dengan kedalaman 50 cm yang bisa Travelers nikmati sebagai pelepas lelah sehabis trekking. Tidak jauh dari situ, telah disediakan juga ruang ganti sederhana sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke parkiran.

Bagi Travelers yang memiliki hobi fotografi, tempat ini cocok untuk mengabadikan momen dengan latar belakang curahan debit air yang memukau. Berhati-hatilah jika Travelers membawa kamera yang tidak anti air, karena walaupun tidak terlalu tinggi tetapi debit air yang dihasilkan cukup besar.

Salah satu tips jika membawa kamera yang tidak anti air yaitu membungkus kamera dengan handuk kecil atau bisa juga dimasukkan ke dalam tas anti air. Usahakan agar tidak terlalu dekat dengan air terjun untuk mencegah kamera dan lensa Travelers kemasukan air. Penggunaan tripod sangat dianjurkan jika ingin mengambil gambar air terjun dramatis dengan menggunakan teknik low shutter.

Konon menurut penduduk sekitar, jika mandi di air terjun ini bisa membuat Travelers terlihat lebih awet muda. Air terjun ini juga merupakan lokasi wisata yang cocok untuk menghabiskan waktu luang bersama keluarga. Menyaksikan suasana anak-anak tertawa lepas yang seru bermain di bawah air terjun menjadi kesenangan tersendiri dibandingkan melihat mereka sibuk dengan gadget masing-masing.

Memperkenalkan alam sedari dini diharapkan menumbuhkan kecintaan kepada alam dan mengajarkan tanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam tersebut. Lebih dari itu, berinteraksi di alam justru menjadi momentum yang berharga untuk sepenggal cerita di masa depan.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : Ayub Ardiyono