Petualangan Belantara yang Sesungguhnya

Di tahun 2016 yang lalu, media sempat dihebohkan dengan berita tentang Leonardo DiCaprio dan Adrien Brody, bintang film ternama dunia, mengunjungi Provinsi Aceh untuk berlibur sekaligus menunjukan partisipasi dan dukungan terhadap pelestarian lingkungan hidup. Lokasi yang dikunjungi DiCaprio dan Brody, tidak lain adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), salah satu taman nasional terbesar di Indonesia yang mencakup 2 provinsi: Aceh dan Sumatra Utara. Taman nasional ini termasuk sebagai bagian dari The Tropical Rainforest Heritage of Sumatra, gabungan wilayah konversi alam yang dilindungi oleh UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia sejak tahun 2004.

TNGL merupakan kumpulan beberapa cagar alam yang terbentang dari Aceh hingga Sumatra Utara dengan berbagai kontur dan bioma alam, mulai dari hutan rawa, hutan bakau, hutan subalpine, hingga hutan hujan dataran rendah. Begitu banyak fauna langka yang akan Anda jumpai untuk pertama kalinya disini sebagai rumah bagi sekian banyak satwa lindung, seperti beruang madu, orangutan sumatra, gajah sumatra, badak sumatra, burung enggang, siamang dan masih banyak lagi. Flora langka seperti rafflesia, titan arum, dan berbagai jenis kantong semar juga tersebar liar menanti Anda di TNGL.

TNGL adalah gugusan pegunungan yang berada di tengah jajaran Bukit Barisan bagian utara dengan luas sekitar 1,094,692 ha, menjadikannya area belantara hutan hujan tropis terluas di Asia Tenggara. Dan sorotan utamanya, tentu terletak pada sang gunung dimana nama taman nasional ini sendiri diambil: Gunung Leuser.

Pendakian Gunung Leuser umumnya dimulai dari Kedah, sebuah desa kecil di Gayo Lues yang menjadi pos terdekat untuk mencapai puncak. Di Kedah, pendaki biasa disambut oleh Pak Rajali atau akrabnya Mr. Jali, seorang pemandu lokal yang dikenal sebagai ‘juru kunci’ dari wisata pendakian Gunung Leuser. Pendakian Gunung Leuser termasuk salah satu wisata pendakian yang cukup menantang di seluruh Indonesia, yang membutuhkan kondisi prima dan kemantapan hati dari tiap pendaki. Mengapa? Karena pendakian Gunung Leuser membutuhkan kisaran waktu 10-16 hari pulang pergi untuk mencapai ke puncaknya. Jumlah hari yang tidak menentu ini sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan fisik Anda saat pendakian. Pendakian Gunung Leuser memakan waktu begitu lama karena mengharuskan pendaki melewati lika-liku hutan, perbukitan, dan setidaknya 7 gunung sebelum tiba di puncak Gunung Leuser.

Perjalanan pendakian Anda tentu saja akan melewati berbagai rintangan yang seru seperti jalan berlumut yang licin, rimbun kanopi tebal yang menutupi Anda dari sinar mentari, hingga binatang liar yang melintas bebas. Hal yang unik lainnya kala mendaki Gunung Leuser adalah soal perbekalan. Dimana dari awal pendakian, Anda akan menimbun perbekalan sepanjang perjalanan yang beberapa hari kemudian, Anda akan gali kembali untuk keperluan logistik saat penurunan. Ini semua untuk mensiasati jumlah beban yang harus Anda bawa serta kecukupan logistik selama pendakian, mengingat lamanya jumlah hari yang akan Anda lewati selama berada di Gunung Leuser.

Demi keamanan, sebelum mendaki Anda akan diharuskan untuk melapor dan melewati proses izin terlebih dahulu kepada pihak yang berwajib, serta memastikan menyewa porter dalam perjalanan Anda sebagai pemandu di tengah belantara hutan. Pemandu di Gunung Leuser terkenal akan pengetahuan alamnya yang profesional. Dilengkapi juga dengan selingan humor dan skill memasak dari bahan-bahan sederhana namun rasa yang istimewa, para pemandu Gunung Leuser akan menjadi sahabat yang dapat dengan segera memulihkan kelelahan Anda dalam pendakian.

Ada beragam rute pendakian yang bisa Anda lalui, dan semuanya memberikan berbagai view keindahan alam yang akan membuat Anda terpesona. Apalagi ketika Anda menginjakkan kaki di salah satu dari 3 puncak yang memberikan keunikan tersendiri akan gunung ini. Ketiga puncak itu adalah puncak Leuser (3,119 mdpl), puncak Loser (3,404 mdpl), dan puncak Tanpa Nama (3,466 mdpl), yang menjadi puncak tertinggi kedua di Pulau Sumatra setelah puncak Indrapura Gunung Kerinci yang berada di perbatasan Provinsi Sumatra Barat dan Provinsi Jambi.

Seluruh perjuangan menerobos hutan akan sepadan setelah menyaksikan keasrian alam Bumi Pertiwi dengan keindahan alam yang jauh dari sentuhan peradaban. Anda dapat menghirup segarnya oksigen dari alam bebas dengan suguhan hamparan hijau Taman Nasional Gunung Leuser yang juga dikenal mancanegara sebagai paru-paru dunia. Pendakian Gunung Leuser adalah sebuah petualangan yang benar-benar memicu adrenalin, menambah wawasan, dan akan membekas untuk Anda kenang seumur hidup.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : Rainforest Lodges Kedah & Mardiansyah BP

Serpihan Surga di Tanoh Gayo

‘Negeri di Atas Awan’ memang menjadi julukan yang tepat bagi Kota Takengon dengan keindahan alamnya yang istimewa. Terutama dengan Danau Lut Tawar serta pegunungannya yang mengelilingi danau seperti mangkuk raksasa. Danau Lut Tawar menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Gayo yang hidup di pesisirnya seperti nelayan, peternak ikan, dan persawahan, selain juga menjadi sumber air bagi rumah-rumah di Takengon. Dengan luas sekitar 5,472 ha, danau ini adalah danau terluas di Provinsi Aceh dan daya tarik utama bagi para wisatawan untuk mengunjungi Takengon.

Pesona danau yang berada di ketinggian 1,200 mdpl ini mampu menghipnotis para wisatawan dengan eloknya kombinasi dataran, perairan dan perbukitan yang mengelilinginya. Keindahan Danau Lut Tawar dapat kita nikmati dengan cara mengelilinginya atau memandangnya dari atas perbukitan Takengon seperti Bur Telege dan Pantan Terong, dua tempat wisata yang wajib didatangi untuk menikmati indahnya view Danau Lut Tawar dan Kota Takengon dari ketinggian.

Bur Telege atau Bur Gayo, menjadi favorit bagi wisatawan karena jaraknya yang sangat dekat dari pusat kota. Selain memberikan view yang indah, Bur Telege juga menawarkan fasilitas yang menarik seperti berbagai spot untuk berfoto dan tempat bersantai seperti hammock, ayunan dan kedai-kedai sederhana bernuansa alam. Sedangkan di perbukitan Pantan Terong, Anda bisa menikmati secangkir kopi sambil memandang indahnya sunrise di Kota Takengon dan Danau Lut Tawar dengan ketinggian yang sempurna untuk berfoto.

Anda hanya butuh waktu sekitar 3 jam perjalanan dengan kendaraan untuk mengelilingi Danau Lut Tawar dan menikmati keindahannya dari dekat. Disela perjalanan Anda dapat berhenti untuk mengunjungi situs-situs sejarah seperti Loyang Mendale, Loyang Koro dan Putri Pukes yang berada di tepi danau. Di pinggir Danau Lut Tawar, tepatnya di Desa One-one, terdapat banyak rumah makan dengan hidangan khas Gayo yang tepat sebagai pemberhentian makan siang Anda.

Danau Lut Tawar juga memiliki beberapa spot terbaik untuk bermain air atau berenang sekalipun, seperti Pante Menye, Ujung Paking, Ujung Nunang dan masih banyak lagi. Anda bisa menyaksikan keseruan anak-anak sekitar bermain di tepi pantai, juga beberapa pemancing yang asyik dengan kailnya. Pantai-pantai ini juga menjadi spot bagi mereka yang menyukai kegiatan outdoor seperti camping atau outbound. Untuk Anda yang ingin merasakan suasana di atas danau, Anda bisa menaiki boat yang berada di Dermaga Dedalu atau Dermaga Tetunjung dengan harga yang sangat terjangkau.

Dibalik keindahannya, danau ini juga menyimpan berbagai legenda yang masih dipercaya penduduk setempat. Sejak dahulu kala Danau Lut Tawar memang selalu menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat Gayo, dimana para ceh didong kerap menyebutnya dalam bait syair mereka. Menunjukkan bahwa keindahan Danau Lut Tawar akan selalu menjadi kerinduan bagi orang-orang Gayo yang merantau, maupun bagi para pengujung yang kehabisan masa liburannya.

Artikel : Ibna Alfattah | Foto : Ibna Alfattah & George Timothy

Sepenggal Tanah Suci di Pulau Letti

Di Pulau Letti, pohon ara tumbuh dengan kokoh. Pohon ara (fig, dalam bahasa Inggris) merupakan sebuah pohon yang mendapat tempat istimewa dalam banyak sejarah dan mitologi dunia. Pohon yang umumnya dijumpai di Timur Tengah dan Asia Barat ini ternyata juga tumbuh di beberapa pulau di Maluku Barat Daya. Pohon ini menjadi pohon spesial terutama karena penyebutannya dalam banyak manuskrip keagamaan seperti dalam Kitab Injil.

Dalam Injil Matius dan Injil Markus, pohon ara disebut sebagai tempat dimana Yesus menunjukkan mukjizatnya untuk membuat pohon tersebut menjadi tidak berbuah. Di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Nasrani, keberadaan pohon ara di Maluku Barat Daya dianggap sebagai suatu bentuk keberkatan, dengan warga setempat yang memelihara kelangsungan hidup pohon ara yang tumbuh di desanya dengan sepenuh hati. Bagi Anda yang beragama Nasrani, variasi kunjungan di Maluku Barat Daya dapat ditambah dengan penghayatan wisata rohani bagaikan berada di tanah suci lewat pohon-pohon ara.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy

Rayuan Pulau Kelapa

Tak perlu diragukan lagi jika Maluku Barat Daya diberkati bentang alam yang istimewa. Langit yang terbentang biru, laut bak safir yang berkilauan, ditambah hamparan hijau ribuan pohon kelapa yang menjulang menari mengikuti irama angin timur Indonesia yang menyegarkan. Itulah gambaran keindahan dari pulau kecil yang terdapat di Kecamatan Mdona Hiera ini, salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan benua Australia: Pulau Metimarang.

Pulau Metimarang adalah sebuah daerah pemukiman bersifat non-permanen yang terbuat dari bagian pohon kelapa, dimana masyarakat setempat hanya menetap sementara waktu kala menangkap ikan dan hasil laut untuk dijual ke pulau-pulau lain disekitarnya. Di pulau kecil ini Anda akan merasakan damainya suasana yang jauh dari ingar bingar, yang akan membawa ketenangan hati dan pikiran dalam wisata Anda dengan suara debur ombak, sayup sahutan para nelayan, dan desau pepohonan kelapa khas Pulau Metimarang.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy

Pulau Moa di Maluku Barat Daya menyuguhkan keindahan gempuran ombak di sisi sebelah pantai utara, sementara di sisi pantai selatan merupakan surga bagi para divers dengan keindahan alam bawah lautnya. Namun, highlight keindahan alam dari Pulau Moa adalah landscape atau datarannya yang akan membawa imajinasi Anda tentang safari di benua Afrika, lewat hamparan yang bernama Gunung Kerbau.

Seperti sebutannya, dengan populasi kerbau yang diprediksi mencapai puluhan ribu ekor, Gunung Kerbau adalah salah satu lokasi peternakan unggulan di Indonesia. Wilayah ini tidak ditumbuhi banyak pepohonan, melainkan rerumputan yang memberikan kesan tandus dengan warna coklat keemasan di musim kemarau. Kondisi tandusnya ini menampakkan keelokan tekstur alam dari Gunung Kerbau yang pendakiannya dapat ditempuh hanya dalam beberapa jam saja, dengan pemandangan hamparan sabana yang spektakuler menanti dari atas puncaknya. Di area Gunung Kerbau juga terdapat populasi kuda yang menambah keistimewaannya untuk dikunjungi. Mulai dari kuda liar hingga kuda milik penduduk setempat yang siap membawa Anda bertualang menyusuri daerah sekitar Gunung Kerbau untuk sebuah pengalaman wisata yang tak terlupakan.