Pos

Berada di kawasan pusat oleh-oleh Makassar, Kopi Ujung dikelola oleh John Chendra, grader berlisensi internasional yang sering menjadi juri perlombaan barista. Kopi yang disajikan dijamin berkualitas dan memuaskan, terutama racikan unggulannya, kopi Toraja. Selain itu, Kopi Ujung juga menyediakan biji kopi dari berbagai daerah. Jadi, apabila Travelers berencana untuk ke Makassar dan termasuk pecinta kopi, jangan lupa untuk singgah di kedai kopi yang satu ini.


  • Jl. Somba OPU No.36, Bulo Gading, Kec. Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90111

  • Hubungi

    (0411) 361 8004

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari (senin – minggu) mulai pukul 08.00 – 22.00 WITA

  • Info Tambahan
    • Outdoor Seating
    • Tempat yang nyaman
    • Cocok untuk keluarga/grup/komunitas
    • Pembayaran : Cash/kartu kredit dan debit

Banyuwangi kini mempunyai tempat-tempat asyik yang semakin menjamur, salah satunya adalah Kafe Sun Osing yang bisa dikatakan tempat baru namun sudah mampu menyediakan suasana dan berbagai olahan sedap khas Banyuwangi yang akan menjadi kesan indah pertama Travelers ketika datang di Bumi Blambangan. Selain kopinya yang nikmat, makanan yang dihidangkan pun tidak kalah lezat. Di sini juga terdapat toko oleh-oleh Banyuwangi dengan pilihan yang beragam dan harga yang terjangkau. Lokasi Kafe Sun Osing yang hanya beberapa puluh meter dari Bandar Udara Blimbingsari, pantas menjadi tujuan utama setibanya Travelers di Banyuwangi atau menjadi tempat persinggahan terakhir sebelum meninggalkan Banyuwangi.

Artikel : Ayub Ardiyono

 

  • Lokasi

    Jl. Brawijaya No.67, Kebalenan, Bakungan, Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 68431.

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari mulai dari pukul 09.00 – 22.00 WIB

  • Hubungi

    0896-7718-6470

 

 

Ketika Tradisi Menjadi Inspirasi

Selesai menjelajah keindahan alam dan budaya di Sumba, menandakan saatnya belanja oleh-oleh atau kenang-kenangan. Dengan potensi wisata yang semakin ramai mengundang turis, masyarakat di Pulau Sumba juga semakin giat mengembangkan berbagai kerajinan. Mulai dari kain tenun Sumba yang penuh warna, hingga katopo atau parang tradisional yang beragam bentuknya.

Pernak-pernik Sumba juga menjadi salah satu pilihan cinderamata yang paling umum. Selain sederhana dan praktis untuk dibawa, keunikan dari pernak-pernik Sumba juga terdapat di bentuknya yang terinspirasi dari tradisi dan budaya setempat.

Contoh bentuk tradisi Sumba yang tertuang dalam cinderamata setempat adalah mamuli dan lulu amah. Entah itu sebagai motif pada kain-kain tenun atau pada relief yang terpahat di kubur batu, mamuli adalah bentuk yang paling umum dijumpai di segala aspek kerajinan di Sumba.

Mamuli pada dasarnya adalah perhiasan dari emas atau perak yang berbentuk seperti vulva wanita. Seperti bentuknya, mamuli melambangkan kewanitaan dan kesuburan. Sandingan mamuli terdapat pada lulu amah, semacam tali yang juga terbuat dari emas atau perak, dan dianggap sebagai simbol kejantanan.

Sejak dulu, mamuli dan lulu amah yang terbuat dalam berbagai ukuran ini merupakan bagian terpenting dalam belis, mahar atau mas kawin dalam pernikahan. Mamuli sering diwariskan secara turun temurun dan dipercaya sebagai penghubung ikatan dengan para leluhur.

Bahkan tidak jarang mamuli dijadikan salah satu bekal kubur sebagai benda pusaka keluarga. Namun saat ini, bentuk mamuli juga diaplikasikan di pernak-pernik yang terbuat dari kuningan dan tembaga, sebagai cinderamata yang berupa kalung, anting atau bros.

Di Sumba juga terdapat beberapa kerajinan yang terbuat dari bagian tubuh hewan, seperti tanduk dan tulang kerbau. Sisir tradisional Sumba atau haikara bahkan terbuat dari cangkang penyu, yang diukir dengan motif-motif yang juga sering dijumpai pada kain tenun Sumba. Para wanita Sumba biasanya menancapkan haikara di rambut mereka pada upacara adat atau kegiatan formal lainnya, sehingga haikara terlihat bagai tiara yang memahkotai para wanita Sumba.

Cinderamata menarik lainnya yang dapat Anda temui di Sumba adalah walaona dan anahida, manik-manik tradisional yang awalnya difungsikan sebagai aksesoris pengantin. Ada juga tongal, dompet atau tas kecil yang terbuat dari kayu, dan biasanya dililitkan di pinggang para lelaki.

Semua kerajinan tersebut dapat Anda temui di pasar-pasar tradisional maupun desa-desa adat di Sumba. Pernak-pernik yang tidak hanya menarik, namun juga mencerminkan bagaimana masyarakat Sumba mampu mengembangkan nilai-nilai tradisi menjadi suatu komoditas yang turut menunjang perekonomian setempat. Jika Anda berwisata ke Sumba, jangan lupa untuk membawa pulang satu atau dua dari kerajinan ini, sebagai pengingat akan keramahan dan kearifan lokal dari masyarakat di Pulau Sumba.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy

Pembicaraan seputar kekayaan ragam di Nusantara tidak pernah luput dari pembahasan akan cita rasa kulinernya. Sabang hingga Merauke, tiap daerah dan suku bangsa di Indonesia memiliki masakan khas yang menambah daya tarik wisata daerah setempat, juga menjadi santapan sehari-hari masyarakatnya. Begitu juga dengan Pulau Sumba yang memiliki sejumlah masakan khas yang nikmat dan menggugah selera.

Berikut ini adalah sejumlah santapan kuliner yang dapat Anda coba di berbagai belahan pulau yang juga dijuluki Nusa Cendana ini.

Nga’a Watary Patau Kabbe

Nga’a Watary Patau Kabbe adalah sajian nasi jagung dengan campuran beberapa jenis kacang-kacangan. Nasi jagung ini telah menjadi salah satu makanan pokok masyarakat Sumba bahkan NTT. Dalam pembuatannya, jagung yang sudah digiling dengan kacang-kacangan seperti kacang merah, dicampur dan dimasak bersamaan dengan nasi putih. Masyarakat Sumba sendiri menikmati nasi jagung ini dengan lauk pauk lainnya seperti aneka sayur berkuah dan ayam. Nasi ini tentu sangat menarik untuk dicoba karena banyak mengandung gizi yang baik dan berenergi untuk Anda yang sedang dalam perjalanan.


Rumpu Rampe

Rumpu Rampe atau sayur daun pepaya merupakan sayuran kaya serat yang sering dikonsumsi masyarakat Sumba. Sayuran ini diolah dengan mentumis campuran bunga pepaya, daun pepaya, daun singkong, jantung pisang, cabai, dan bumbu dapur lainnya. Walau terdiri dari daun dan bunga pepaya, sayuran ini tidak terasa pahit karena bumbu-bumbu yang telah menyerap ke dalam sayur telah menetralisir rasa pahitnya. Hidangan ini adalah salah satu menu wajib dalam pesta masyarakat Sumba. Jadi bagi kalian yang belum pernah mencoba bunga pepaya atau jantung pisang, wajib mencicipi sayur Rumpu Rampe ini.


Daun Ubi

Daun ubi menjadi salah satu sayur yang banyak kita temui di Nusantara. Namun perbedaannya dengan daun ubi yang ada di pulau Sumba ini, sayur daun ubi di sini ditumbuk bersamaan dengan beras lalu direbus menggunakan kuah santan, yang menjadikannya bertekstur kental. Penggabungan beras dan daun ubi inilah yang membuatnya berbeda, dengan rasa nikmat gurihnya kuah santan yang melebur di lidah saat menyantapnya. Daun ubi ini sangat cocok untuk disantap bersama dengan nasi jagung.


Manu Pata’u Ni

Manu Pata’u Ni adalah penyebutan untuk santapan berupa ayam kampung yang dimasak hingga empuk dengan campuran kuah santan. Sajian ayam ini menjadi salah satu menu yang disuguhkan kepada tamu yang datang. Masyarakat Sumba biasanya menyajikan dengan memberikan ayam utuh yang telah dimasak menjadi Manu Pata’u Ni kepada tamu. Ketika dihidangkan, salah satu bagian ayam diserahkan kembali kepada tuan rumah, dan sebagian lagi bisa dinikmati oleh tamu. Budaya ini dimaknai agar manusia dapat saling menghargai satu sama lain dan tidak menyisakan makanan agar rezeki berjalan lancar.


Sup Ayam Waingapu

Rasa asam yang menyegarkan dengan daging ayam empuk, beserta irisan tomat, belimbing wuluh, dan daun kemangi membuat menu ini memiliki cita rasa yang berbeda dari sup ayam lainnya. Kombinasi antara kaldunya yang gurih dan asamnya yang menyegarkan akan membuat kita terus teringat akan cita rasanya. Sup ayam ini wajib kalian coba saat mengunjungi Pulau Sumba.


Manggulu

Manggulu atau dikenal juga sebagai dodol Sumba merupakan makanan khas dari Sumba Timur yang terbuat dari pisang, gula merah, dan kacang tanah. Bentuknya panjang dan dibungkus daun pisang atau daun lontar. Rasa manis dan asam menjadi ciri khas makanan ini. Proses pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Pisang perlu dijemur selama 3 hari, kemudian ditumbuk dan dicampurkan ke dalam gula merah beserta kacang tanah yang telah disangrai. Makanan ini memiliki sejarah dengan masa kolonial Belanda, di mana para pasukan tentara memakan Manggulu yang memiliki rasa manis untuk menahan lapar.


Kadapet Watara

Kadapet Watara merupakan kue kering khas Sumba yang terbuat dari jagung, pisang dan kacang tanah, yang dibungkus dengan daun jagung. Selain menjadi makanan ringan rumahan maupun menjadi salah satu hidangan dalam upacara adat, makanan ini telah berkembang menjadi oleh-oleh khas Sumba. Adonan yang berbentuk bulat dan dibungkus rapi mempermudah kita untuk membawanya dengan amat praktis. Sekilas makanan ini terlihat seperti wajik, dengan rasa gurih dan juga manis. Bagi kalian yang berkunjung ke Sumba jangan lupa untuk mencoba makanan tradisional yang satu ini, atau menjadikannya sebagai oleh-oleh untuk keluarga yang menanti di rumah.

Artikel : Ibna Alfattah | Foto : Travelinkmagz

Berada di jantung Kota Jogja, Jalan Malioboro selalu menjadi penting bagi penduduk Kota Jogja dengan sejarahnya yang panjang, mulai dari zaman penjajahan hingga kemerdekaan. Jalan ini mulai ramai semenjak didirikannya Benteng Vredeburg di bagian selatan jalan pada tahun 1790, yang sekitarnya kemudian berkembang menjadi kawasan komersial yang ramai dengan orang Belanda dan Tionghoa. Berdirinya Stasiun Tugu Yogya di tahun 1887 kian menambah ramainya jalan ini, membuat nama Malioboro semakin dikenal khalayak ramai.

Saat ini Malioboro dipenuhi banyak monumen dan bangunan penting dari Kota Jogja seperti bangunan bersejarah serta kantor-kantor pemerintahan. Di jalan utamanya, Malioboro memiliki jalan besar untuk pejalan kaki yang ramai dengan pedagang kaki lima.

Cindera mata, jajanan pasar, hingga kerajinan khas Jogja seperti batik dapat Anda temui disini. Bagi Anda yang gemar belanja, pastikan Anda mengunjungi Jalan Malioboro dan merasakan kemeriahannya secara langsung.

Artikel : Iqbal Fadly | Foto : George Timothy