Hutan Bebatuan di Antara Awan

Fantastis mungkin merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan keindahan Rammang-Rammang. Bentangan pegunungan karst ini termasuk di dalam kelompok pegunungan karst terbesar di dunia. Belum ada sumber pasti yang menetapkan pegunungan karst mana yang terbesar, sejauh ini pegunungan karst terbesar yang ada di antaranya Tsingy di Madagaskar, Shilin di Cina dan Halong Bay di Vietnam. Namun, Rammang-Rammang disebut -sebut sebagai pegunungan karst ter­besar nomor dua di dunia.

Dalam perjalanan menuju ke sini, Travelers akan disuguhkan rangkaian tebing karst memesona yang menjulang tinggi. Menyusuri sungai ini memakan waktu selama 20 menit dengan perahu. Katinting merupakan sebutan untuk perahu yang bisa disewa dengan harga Rp 250.000-Rp 300.000 untuk jumlah penumpang sekitar 5-8 orang. Pengunjung akan melewati Sungai Puthe sambil menikmati barisan pohon nipah dan pohon lontar untuk tiba di Kampung Berua, Dusun Rammang-Rammang.

Terletak di Kampung Berua, Dusun Rammang-Rammang merupakan bagian dari Desa Salenrang, Kecamatan Bantoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Secara administratif, Kampung Berua merupakan kampung termuda di Dusun Rammang-Rammang. Letaknya berada di sebelah utara kota Makassar, berjarak 40 km dan dapat ditempuh dengan kurun waktu 1 jam perjalanan dari kota Makassar. Rammang-Rammang pertama kali dibuka untuk umum pada tahun 2014 oleh masyarakat setempat. Menjelang akhir pekan, kawasan ini bisa didatangi 600-700 pengunjung.

Rammang-Rammang

Perjalanan menyusuri Sungai Puthe, jalur transportasi utama bagi masyarakat yang tinggal di Rammang-Rammang.

Nama Rammang-Rammang diambil dari bahasa Makassar ‘rammang’ yang memiliki arti kabut atau awan. Menurut masyarakat setempat, dinamakan Rammang-Rammang karena seringnya awan atau kabut yang turun di pagi hari atau saat hujan turun. Di dalam kawasan wisata Rammang-Rammang, pengunjung dapat mengunjungi tempat ikonik lainnya yang berada di dalam kawasan wisata ini seperti Telaga Bidadari berisi air tawar, Padang Ammarrung, Gua Kingkong di kaki perbukitan karst, serta Gua Kunang-kunang yang memancarkan titik-titik cahaya terang jika beranjak masuk ke dalamnya.

Jika berkesempatan mengambil gambar menggunakan drone, Travelers bisa melihat keindahan Rammang-Rammang dari atas layaknya panorama Hutan Amazon. Musim terbaik untuk berkunjung ialah saat musim kemarau karena pemandangannya akan lebih menawan tanpa terhalang oleh kabut.

Pagi hari merupakan waktu yang tepat untuk menjelajah Rammang-Rammang. Sungai yang asri, suasana desa yang masih alami, keramahan penduduk Kampung Berua serta didukung oleh hamparan luas perbukitan karst yang menambah kian fantastis pemandangan di pagi hari.

Saat pagi hari Travelers masih bisa melihat aktivitas penduduk Dusun Rammang-Rammang yang sedang menebar jala untuk menjala ikan dengan latar matahari yang baru saja terbit. Pemandangan ini yang menjadikan kawasan ini bukan tempat wisata yang biasa.

Jika Travelers ingin menghabiskan waktu lebih lama, tersedia juga penginapan yang dikelola oleh penduduk setempat. Setelah puas memanjakan mata dengan bentangan karst alami, Travelers bisa beristirahat kemudian melanjutkan jelajah Rammang-Rammang keesokan harinya dengan mengunjungi tempat-tempat lainnya yang tidak kalah menarik.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy

  • Rammang Rammang, Salenrang, Bontua, Bontonlempangan, Bontoa, Bontonlempangan, Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan 90561

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari (senin – minggu) pukul 09.00 – 17.00 WITA


Mengunjungi Kerajaan Kupu-kupu

Keunggulan Indonesia yang beriklim tropis yaitu hampir setiap daerah di Indonesia memiliki taman nasional dengan ciri khas masing-masing. Di Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibukota Makassar dapat dijumpai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang berada sekitar 40 km dari kota Makassar atau sejauh 60 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung atau yang lebih dikenal dengan nama TN Babul ini juga mempunyai bentang alam karst yang menakjubkan di berbagai sudutnya.

Dimulai dari pintu masuk loket pengunjung, terlihat adanya jalan setapak untuk menyusuri kawasan TN Babul. Jalan setapak yang terbuat dari semen ini diapit oleh rimbunan pepohonan layaknya jalan menuju hutan. Berbagai wisata disuguhkan mulai dari Helena Sky Bridge, Museum Kupu-kupu, gua-gua dengan juntaian stalagmit dan stalagtit, lorong sepanjang 1500 m, pesona Gunung Bulusaraung serta kesegaran Air Terjun Bantimurung yang mengalir deras. Ketinggian air terjun ini sekitar 15 m dengan lebar hampir 20 m yang mengalir melalui rangkaian gundukan batu kapur besar.

Helena Sky Bridge

Helena Sky Bridge yang memacu adrenalin.

Terdapat pilihan yang dapat dilakukan jika Travelers mengunjungi air terjun Bantimurung seperti river tubing dan arung jeram. Tetapi, atraksi ini hanya dapat beroperasi pada musim kemarau, dikarenakan pada musim penghujan debit air akan meningkat sehingga dapat membahayakan pengunjung. Cara lain menikmati TN Babul yaitu dengan memilih atraksi flying fox yang menawarkan keindahan panorama TN Babul beserta gugusan karst dari ketinggian.

Berdiri di atas lahan seluas 43.750 ha, TN Babul merupakan ruang habitat bagi sedikitnya 711 jenis tumbuhan dan 735 jenis satwa liar. Kawasan TN Babul terbagi ke dalam tiga tipe ekosistem utama yaitu ekosistem karst, ekosistem hutan hujan dan ekosistem hutan pegunungan bawah. Keanekaragaman serta populasi kupu-kupu yang melimpah di kawasan ini membuat Alfred Russel Wallace, seorang naturalis ternama dari Inggris, menjulukinya The Kingdom of Butterfly.

Jika berkunjung ke Taman Kupu-kupu, terdapat dua lokasi yang bisa dikunjungi yaitu Museum Kupu-Kupu dan penangkaran kupu-kupu. Selain menambah kesejukan, kehadiran Museum Kupu-kupu merupakan sarana konservasi dan edukasi bagi masyarakat umum yang berkunjung.

Di Museum Kupu-kupu, Travelers bisa mempelajari kehidupan kupu-kupu dan proses metamorfosisnya. Mulai dari telur yang dilanjutkan menjadi ulat, pupa, kepompong hingga kupu-kupu. Travelers dapat melihat ratusan kupu-kupu yang hidup di taman nasional ini dengan ragam jenis, warna dan ukuran yang tertata rapi dalam koleksi museum termasuk dua primadonanya yaitu papilio androcles dan papilio blumei. Androcles terkenal dengan bentuk sayapnya yang cantik menjuntai. Sedangkan blumei memiliki keunikan warna biru yang jarang dimiliki satwa lain. Dalam jumlah besar, kupu-kupu di TN Babul dapat ditemui saat pagi hari.

Museum Kupu-kupu

Museum Istana Kupu-kupu di area Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Sedikitnya ada 247 jenis kupu-kupu yang berhasil teridentifikasi di kawasan TN Babul dengan lokasi survey mencakup Bantimurung, Ara, Pattunuang, Bu’rung, Mario, Parigi, Leang Londrong, Mallenreang, Kampoang, Bangkeng Sakeang, Tombolo, Pattompongan dan Gunung Bulusaraung. Beberapa di antaranya termasuk di dalam spesies kupu-kupu langka.

Pengembangan fasilitas rekreasi sempat mengurangi lahan berkembang biak kupu-kupu yang mengakibatkan berkurangnya jumlah spesies kupu-kupu di TN Babul. Beranjak dari hal tersebut, pihak pengelola mulai mengambil sikap untuk melakukan penanaman pohon dan tanaman bunga yang menjadi rumah bagi kupu-kupu yang bertelur. Bagi wisatawan lokal cukup membeli tiket masuk dengan harga Rp25.000 per orang, sedangkan untuk wisatawan mancanegara memiliki harga berbeda yaitu sekitar Rp250.000. Dari penjualan tiket ini, pihak pengelola TN Babul memiliki target untuk terus memperbaiki fasilitas yang ada.

Nah, bagi para pecinta extreme sport, kawasan ini cukup menantang dengan suguhan sekitar 200 gua yang bisa ditelusuri. Salah satunya adalah Leang Pute, di mana pengunjung dapat turun dengan teknik Single Rope Technique (SRT) ke dasar gua yang memiliki kedalaman sekitar 270 m lalu pengunjung akan dipandu untuk menyusuri gua dengan berjalan kaki.

Leang Pute merupakan salah satu gua vertikal yang disebut sebagai gua terdalam di Indonesia. Perlengkapan untuk menyusuri gua pun sudah disediakan yakni harness, tali, pakaian khusus, sepatu boot, helm serta headlamp menjadi peralatan wajib yang digunakan oleh para pengunjung yang ingin mencoba aktivitas olahraga ekstrem ini.

Masih berhubungan dengan extreme sport, apakah Travelers bersedia untuk menyusuri Gua Mimpi lengkap dengan stalagtit dan stalagmit yang memukau? Perlu diingat, aktivitas ini sangat membutuhkan fisik yang fit untuk menyusuri gua sepanjang 1,4 km serta mendaki gunung sekitar 500 mdpl dengan kondisi yang cukup terjal.

Air terjun

Air Terjun Bantimurung, gemuruh air yang jatuh pada batu kapur.

Tidak pernah sepi dari pengunjung, TN Babul cocok bagi Travelers yang ingin meluangkan waktu bersama keluarga. Silahkan memilih untuk berkunjung di hari biasa jika Travelers ingin menikmati alam di kawasan ini dengan lebih maksimal karena pengunjung yang datang akan lebih sedikit dibandingkan saat hari libur. TN Babul menjadi salah satu spot yang wajib dikunjungi jika berkunjung ke Makassar.

Masih menjadi perbincangan di kalangan para turis mancanegara mengenai harga tiket yang dipatok untuk wisatawan asing terlalu mahal dibandingkan dengan taman nasional lainnya di Indonesia yang memiliki alam lebih memukau. Tetapi tidak mengurungkan niat para wisatawan lokal yang ingin menghabiskan waktu bersama kerabat maupun keluarga di TN Babul. Bulan September-Oktober merupakan waktu yang tepat untuk mengunjungi TN Babul. Jika beruntung, akan bertemu dengan kawanan kupu-kupu yang turut menyambut kedatangan Travelers.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy, Iqbal Fadly, Ayub Ardiyono

  • Catatan
    • Konon, arti kata ‘bantimurung’ adalah ‘membanting kemurungan’. Taman nasional ini memang selalu ramai akan pengunjung yang mencari rekreasi bersama keluarga di tengah pesona alamnya.
    • Pada tahun 1857, naturalis terkenal Alfred Russel Wallace mendata 256 jenis kupu-kupu di kawasan Bantimurung dan menyebut tempat ini sebagai ‘Kerajaan Kupu-kupu’.

  • Jln. Poros Maros-Bone Km.12, Kalabbirang, Bantimurung, Kalabbirang, Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan 90561

  • Hubungi

    (0411) 388 0252

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari (senin – minggu) 24 jam


Galeri Seni Manusia Purba

Sebagai negara yang kaya akan sejarah, Indonesia memiliki beberapa peninggalan zaman prasejarah yang menjadi bagian dari identitas bangsa untuk diabadikan dan dilestarikan. Penemuan situs prasejarah membuktikan bahwa nenek moyang orang Indonesia sejak dahulu telah meyakini kepercayaan animisme yaitu pemujaan terhadap roh pada benda-benda tertentu selain makhluk hidup. Salah satu wisata sejarah yang terletak di pegunungan karst unik dan menarik ini dalam bahasa setempat disebut ‘Leang’ yang berarti ‘gua’.

Leang-Leang masih berada di dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros. Akses menuju ke sana tidak terlalu baik tetapi pemandangan di sekitarnya cukup indah menemani Travelers tiba di pintu masuk Leang-Leang. Hamparan bebatuan hitam besar yang tertumpuk rapi di dataran luas menambah eksotis kawasan purbakala yang dapat ditempuh dari Bandara Sultan Hasanuddin menggunakan angkutan umum. Kawasan ini pertama kali ditemukan oleh dua orang arkeolog dari Belanda bernama Van Heekeren dan CHM Heeren Palm saat melakukan penelitian pada tahun 1950.

Penggambaran kehidupan zaman purbakala dapat dijumpai di Gua Pettae dan Gua Petta Kere. Travelers dapat mengunjungi kedua gua tersebut karena letaknya berdekatan. Gua Pettae ditandai dengan pagar besi setinggi 1,5 m. Dari pintu masuk sudah tampak gambar telapak tangan yang menjadi ikon gua ini. Terlihat lima gambar telapak tangan tetapi hanya tiga telapak tangan yang bergambar utuh.

Taman Wisata Leang Leang

Sejumlah gua di Kompleks Taman Purbakala Leang-Leang menjadi ‘kanvas’ bagi lukisan-lukisan purba yang berusia 30 – 40 ribu tahun.

Menurut masyarakat sekitar, gambar telapak tangan utuh memiliki makna menangkal bala sedangkan gambar telapak tangan dengan empat jari saja memiliki arti berdukacita. Gambar telapak tangan tersebut dibuat dengan teknik negative hand stencil yaitu menyemprotkan warna pada tangan kemudian ditempelkan ke permukaan dinding gua. Warna merah pada seluruh gambar ini diperkirakan berasal dari batuan mineral yang mengandung pigmen merah yang kemudian meresap ke dalam pori-pori dinding gua dan membuatnya bertahan hingga ribuan tahun lamanya.

Berjarak 300 m dari Gua Pettae, terdapat Gua Petta Kere yang dapat diakses melalui dua jalur. Jalur utama yaitu melewati akses yang sudah baik, jalur kedua dengan menaiki anak tangga di antara bebatuan yang menyempit. Suhu udara di dalam gua sekitar 30°C dengan tingkat kelembaban dalam rongga gua berkisar 70% sedangkan kelembaban dinding gua berkisar dari 15%-25%.

stencil tulisan tangan purbakala

Lukisan purba Leang-Leang dianggap sebagai salah satu lukisan
purba tertua nomor tiga di dunia.

Di dalam Gua Petta Kere terdapat lebih banyak stensil telapak tangan. Terdapat 27 stensil telapak tangan, 17 stensil di antaranya merupakan stensil telapak tangan utuh. Selain stensil telapak tangan, terdapat juga gambar binatang yang sedang melompat dengan anak panah tertancap di bagian dada.

Menurut analisa yang dilakukan oleh seorang zoologi, D.A Hooijer, gambar tersebut menggambarkan babirusa. Diperkirakan stensil tangan dan gambar tersebut berusia lebih dari 5000 tahun. Pola stensil di Leang Pettae dan Petta Kere, berkelompok acak yang umumnya terdapat di titik-titik yang sulit dijangkau. Stensil tangan serta lukisan tersebut menggambarkan aktivitas keseharian dan sistem kepercayaan yang dianut pada masa itu.

Situs prasejarah ini dibuka mulai pukul 08:00-18:00 WITA dengan harga tiket masuk Rp 10.000 per orang. Pengelola menyediakan jasa pemandu bagi pengunjung yang ingin mendapatkan informasi lebih banyak mengenai Leang-Leang.

Taman Wisata Leang Leang

Dinding karst yang memesona di Leang-Leang.

Terdapat sekitar 230 gua prasejarah yang sudah terdata di kawasan Maros-Pangkep, sekitar 80 gua di antaranya memiliki peninggalan prasejarah di dalamnya. Berdasarkan jumlah tersebut, diyakini masih banyak terdapat gua-gua lainnya yang belum dieksplor. Seluruh peninggalan prasejarah ini menjadi bagian identitas bangsa untuk dilestarikan agar generasi selanjutnya dapat memahami asal muasal nenek moyang.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy, Iqbal Fadly, Ayub Ardiyono

  • Leang-Leang, Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan 90561

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari (senin – minggu) pukul 08.00 – 18.00 WITA


Perkembangan sektor wisata tentunya membuat sektor lain ikut berkembang. Pantai Bira atau yang lebih sering disebut Pantai Tanjung Bira sudah cukup lama terkenal akan pasir putihnya yang menjadi salah satu destinasi wajib di Bulukumba untuk dikunjungi.

Beragam penginapan mulai bersaing di area sekitar pantai. Menawarkan panorama pasir putih dan jernihnya hamparan laut dari balkon kamar menjadi salah satu nilai jual penginapan. Keunikan lain yang dapat dijumpai saat bertandang yaitu Travelers dapat menyaksikan sunrise dan sunset dalam satu titik lokasi yang sama.

Berjarak kurang lebih sekitar 200 km dari Makassar, atau 40 km dari Bulukumba dengan jarak tempuh selama kurang lebih 4-5 jam dari Makassar menuju Pantai Tanjung Bira tidak menyurutkan niat para pengunjung untuk menikmati pesona Pantai Tanjung Bira dari dekat. Cukup dengan membayar biaya tiket masuk Rp 15.000 per orang bagi wisatawan domestik, Travelers sudah bisa menikmati keindahan Pantai Tanjung Bira.

Masih menjadi tempat populer di Bulukumba, kelestarian Tanjung Bira masih terus dijaga oleh Pemda yang bekerja sama dengan pihak pengelola setempat. Jika Travelers hendak berkunjung, selain menyewa kendaraan pribadi, dari Bandara Sultan Hasanuddin pun telah tersedia angkutan umum menuju Bulukumba. Lalu dari Bulukumba bisa dilanjutkan dengan menggunakan angkot, bus tujuan Selayar atau kendaraan masyarakat lokal yang dijadikan angkutan umum.

Perlu diperhatikan bagi Travelers yang ingin menggunakan angkot ke Pantai Tanjung Bira dari Bulukumba, angkot hanya tersedia sampai dengan pukul 13:00 WITA. Total perjalanan hampir sama dengan menggunakan kendaraan pribadi. Birunya laut, deburan ombak dan semilir angin di pinggir pantai seakan membayar kelelahan Travelers yang sudah rela jauh-jauh berkunjung ke Pantai Tanjung Bira.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : Cece Chan

  • Jl. Bontobahari, Bira, Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan 92571

  • Jam Operasional

    Buka setiap hari (senin – minggu) 24 jam


Tak jauh dari Tanjung Bira, terdapat Pulau Kambing. Tidak ada hubungannya dengan namanya, bahkan tidak terlihat ada kambing yang berkeliaran di pulau ini. Lalu kenapa tempat ini dinamakan Pulau Kambing? Ternyata, tidak ada arti khusus untuk nama pulau ini, hanya sekedar nama saja.

Pulau Kambing merupakan pulau yang tidak memiliki penghuni. Terletak tidak jauh dari Tanjung Bira, hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit menggunakan perahu cepat yang disewa dari Tanjung Bira. Travelers akan tiba di pantai yang memiliki kekayaan biota laut dengan dinding karang yang memiliki kedalaman sekitar 60 m.

Pulau Kambing

Pulau Kambing merupakan spot yang tepat bagi yang suka snorkeling ataupun menyelam. Jernihnya air sangat mengundang pengunjung untuk bergegas mempersiapkan alat snorkeling. Konon, terdapat arus kuat yang disebabkan oleh air terjun bawah laut sehingga perlu diperhatikan oleh para penyelam agar lebih berhati-hati.

Bagi para penyelam, Pulau Kambing merupakan salah satu spot diving yang ada di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri jika penyelam akan bertemu dengan hiu di kawasan perairan ini seperti hiu black tip, white tip dan jika beruntung para divers juga bisa bertemu hiu martil maupun hiu paus di kedalaman. Menikmati keindahan Pulau Kambing juga dapat dilakukan dengan menaiki tebing terjal untuk melihat keseluruhan Pulau Kambing dari atas tebing.

Artikel : Nelce Muaya | Foto : George Timothy

  • Bira, Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan

  • Hubungi

    0822-9261-8249

  • Jam Operasional

    Buka hari senin – jumat pukul 08.00 – 17.15 WITA, (hari sabtu dan minggu libur).